Salam Sada Roha

Welcome To Freedom Area *Human Love Human*

Kamis, 27 September 2012

Jangan ( Selalu ) Jadikan Polisi Sasaran Pengunjuk Rasa (Opini Analisa)

 Oleh : Eka Azwin Lubis.
Menyusul dirilisnya film kontroversi yang berisi tentang penghinaan terhadap nabi besar Muhammad berjudul Innocence of Moslems yang dibuat oleh seorang produser amatiran asal Amerika Serikat, aksi unjuk rasa menentang film tersebut langsung bergemuruh diseluruh dunia khususnya negara-negara yang berpenduduk mayoritas muslim. Setiap hari para demonstran terus menyuarakan sikap mereka yang menolak keras film yang jelas-jelas sangat merendahkan martabat nabi suci Muhammad tersebut. Mereka menuntut pihak pemerintah Amerika Serikat segera mengambil keputusan tegas dengan menghukum sang produser yang konon kerap berganti identitas tersebut.
Tidak jarang aksi demonstrasi yang mengutuk penayangan film tersebut harus berakhir dengan anarkis. Para demonstran yang pada umumnya ingin merusak segala fasilitas yang berbau Amerika termasuk kantor kedutaan, harus mendapat perlawanan oleh aparat keamanan yang tidak menginginkan terjadinya tindak anarkis dalam aksi demonstrasi tersebut.
Aparat kepolisian harus rela berjibaku dengan massa yang jumlahnya jauh lebih banyak demi mengamankan kondusifitas negaranya. Jika kita tanya pendapat para aparat kepolisian yang berjaga untuk mengamankan para demonstran, mungkin sebagian besar dari mereka juga menolak dan mengutuk film yang sangat melecehkan umat Islam tersebut. Namun sebagai aparatur negara yang memiliki peran dalam mengamankan stabilitas keamanan negara, tentu mereka harus berjuang untuk mengantisipasi sikap anarkis para pengunjuk rasa yang sama-sama kecewa dan marah terhadap film tersebut.
Hal tersebut juga dialami oleh oknum kepolisian di Indonesia. Menyusul aksi protes besar-besaran dibanyak kota di tanah air, Polri juga dengan sigap segera menjaga seluruh fasilitas milik Amerika Serikat yang menjadi sasaran amukan para pengunjuk rasa. Seperti yang telah dijelaskan diatas, hal tersebut dilakukan aparat kepolisian bukan karena mereka simpati atau bahkan mendukung pemutaran film tersebut, namun yang menjadi alasan atas sikap mereka adalah tuntutan tugas yang memang mengharuskan mereka untuk menjaga segala fasilitas yang dikhawatirkan menjadi sasaran pengrusakan oleh pengunjuk rasa.
Seperti yang kemarin terjadi di depan kantor Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, pengunjuk rasa yang merupakan gabungan dari beberapa ormas Islam di ibukota, melakukan aksi protes di depan kantor duta besar AS tersebut. Mereka menuntut agar pemerintah Amerika memberikan bersikap tegas kepada Sam Beccile yang merupakan pembuat film tersebut. Sama dengan aksi-aksi protes yang dilakukan demonstran di negara lain, aksi protes di Jakarta juga berakhir ricuh karena terjadi chaos antara pihak demonstran yang coba memaksa masuk ke dalam kantor kedutaan namun dihalangi oleh aparat kepolisian.
Hasilnya empat anggota polisi harus terluka mendapat lemparan batu dari para pengunjuk rasa yang bertindak anarkis karena merasa kecewa aksi mereka dihalang-halangi oleh aparat kepolisian. Ini merupakan satu bentuk tindakan represif karena tidak seharusnya para pengunjuk rasa menyerang polisi yang memang bertugas untuk mengamankan aksi demonstrasi tersebut. Sungguh prihatin kita melihat mereka yang harus menerima cidera padahal mereka bertugas dalam rangka mengawal kondusifitas keamanan masyarakat.
Walau terkadang banyak fenomena yang menciderai citra kepolisian yang dilakukan oleh sebagian oknum polisi yang tidak bertanggung jawab sehingga menghilangkan simpati dari masyarakat akan kinerja mereka yang sebenarnya sangat berat dan penuh tanggung jawab. Terutama di saat-saat seperti ini, bagaimana meraka dituntut untuk bekerja ekstra dalam menjaga dan mengawal jalannya unjuk rasa dan mengantisipasi adanya tindakan anarkis dari pengunjuk rasa.
Sehingga tidak salah jika kita memberi apresiasi yang setinggi-tingginya kepada aparat kepolisian yang rela ikut berpanas-panasan, berlelah letih, bahkan terkadang harus berlarian tunggang langgang menghindari amukan massa karena suasana unjuk rasa yang sudah sangat tidak kondusif.
Bukankah Polisi Mitra Pengunjuk Rasa?
Kita tentu paham bagaimana perasaan para pengunjuk rasa yang marah akibat nabi junjungannya dihina, namun apakah rasa marah dan kecewa tersebut hanya dimiliki oleh mereka yang berunjuk rasa, bukankan aparat kepolisian juga banyak yang kecewa dan marah atas tindakan konyol dari produser gadungan tersebut. Apalagi jika kita jeli melihat, pihak aparat kepolisian dalam menjalankan tugasnya untuk mengawal jalannya aksi unjuk rasa harus merasakan lelah dan letih yang lebih diketimbang para pengunjuk rasa itu sendiri. Sebab sebelum pengunjuk rasa datang kelokasi unjuk rasa, personil kepolisian telah terlebih dahulu bersiaga menunggu massa yang ingin berunjuk rasa. Begitu para pengunjuk rasa datang, maka kesiagaan mereka juga seketika ditingkatkan untuk mengantisipasi seandainya terjadi tindak anarkis dan bentrokan oleh pengunjuk rasa yang tidak puas karena tuntutan mereka tidak dipenuhi.
Dan ketika pengunjuk rasa telah selesai menyampaikan aspirasinya dan kembali pulang ketempatnya masing-masing, aparat kepolisian masih tetap tinggal dan bersiaga di tempat unjuk rasa untuk mengantisipasi apabila ada aksi susulan yang dilakukan oleh massa yang belum puas dengan aksi yang telah mereka lakukan sebelumnya. Hingga suasana benar-benar kondusif dan dipastikan tidak ada lagi aksi susulan, baru aparat kepolisian meninggalkan lokasi unjuk rasa.
Caci maki dan hujatan tidak jarang tertuju pada mereka yang sebenarnya sama sekali tidak punya hubungan dengan pembuatan film berdurasi 13 menit tersebut. Bahkan aparat kepolisian harus rela bermohon atau kadang sedikit memelas kepada pengunjuk rasa agar tidak bertindak anarkis dalam menyampaikan aspirasinya. Namun permintaan tersebut tetap tidak digubris oleh pengunjuk rasa yang kecewa karena pihak kedutaan Amerika tidak memberi jawaban yang memuaskan dan akhirnya para demonstran tetap melakukan tindakan anarkis.
Sudah saatnya kita bijak dalam berfikir, polisi tidak selamanya menjadi satuan yang harus mendapat antipati dari masyarakat. Dan kita harus benar-benar berani jujur untuk mengapresiasi bagaimana peran mulia mereka dalam mengawal dan memediasi antara pengujuk rasa yang ingin menyampaikan aspirasinya dengan pihak kedutaan Amerika Serikat. Meskipun masih ada oknum-oknum polisi nakal terutama mereka yang bertugas di satuan lalu lintas dan sering menimbulkan fobia pada masyarakat karena tindakannya menilang ala damai ditempat sehingga membuat masyarakat hilang simpati terhadap polisi.
Namun apresiasi akan kerja keras mereka sebagai garda terdepan untuk mengamankan, memediasi, dan menjadi sahabat setia yang selalu menemani para pengunjuk rasa yang kecewa dan marah atas pemutaran film Innocence of Moslems harus kita berikan kepada mereka ***
Penulis adalah Kabid PTKP HMI Fis Unimed dan Staf Pusham Unimed
Sumber : Analisa, 28 September 2012

0 comments:

Posting Komentar