Begitu sakral dan urgen setiap kali kita membahas Pancasila yang merisikan
tentang himpunan dari berbagai karakter, pola fikir dan gaya hidup setiap
rakyat Indonesia. Sebab suka atau tidak suka, harus kita akui bahwa Pancasila
yang diambil dari bahasa sansekerta yang berarti lima dasar tersebut merupakan
landasan Idiologi Bangsa Indonesia. Maka dari itu secara otomatis Pancasila
merupakan cerminan dari kehidupan seluruh Bangsa Indonesia.
Bila kita tarik kebelakang pasca kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17
Agustus 1945, para pejuang Indonesia yang diwakili Panitia Sembilan berembuk
untuk segera mengesahkan Dasar Konstitusi dan Dasar Idiologi Indonesia yang
baru merdeka tersebut. Sebab sebelum proklamasi Indonesia dibacakan, tepatnya
pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia Sembilan telah melahirkan Piagam Jakarta
yang menjadi cikal bakal dari lahirnya Undang-Undang Dasar 1945. Perlu
diketahui pula bahwa Indonesia merupakan satu-satunya negara didunia ini yang
pada saat kemerdekaannya belum memiliki Dasar Konstitusi yang menjadi landasan
dan tolak ukur untuk kedepannya negara ini melangkah. Oleh sebab itu Panitia
Sembilan yang diketuai oleh The
Father of Land, salah satu Proklamator, sekaligus Presiden pertama
Indonesia, yaitu Ir. Soekarno bersama delapan orang lainnya segera melakukan
rapat untuk mengesahkan Dasar Konstitusi Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945
atau sehari setelah kemerdekaan, yang sekarang ini kita kenal dengan
Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) dan hingga saat telah mengalami empat kali
amandemen yakni pada tahun 1999, 2000, 2001, dan terkahir pada tahun 2002.
Dalam UUD 1945 tersebut pula dimuat Dasar Idiologi bangsa Indonesia yakni
Pancasila yang terdapat dalam Preambule atau Pembukaan. Pancasila dibuat
bukanlah tanpa dasar pemikiran dan kesepakatan yang kuat. Sebab Pancasila
selain dianggap sebagai Dasar Idiologi Bangsa Indonesia, juga diharapkan dapat
menjadi Landasan Hidup Bangsa, Pandangan Hidup Bangsa, Dasar Negara, Dasar
Hukum, Cita-Cita dan Tujuan Hidup Bangsa, dan yang terpenting adalah Pancasila
juga merupakan Janji Luhur Bangsa Indonesia. maka begitu sakral dan urgennya
nilai-nilai pancasila bagi seluruh bangsa Indonesia yang selain untuk pedoman,
namun juga harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Isi dari setiap butir Pancasila mewakili setiap sendi kehidupan segenap
rakyat Indonesia yang terdiri dari beragam suku bangsa, agama, bahasa, budaya,
dan tentunya karakter dan gaya hidup yang berbeda-beda pula. Namun Pancasila
dapat menampung itu semua menjadi satu kesatuan yang utuh dalam wadah Negara
Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI ). Pancasila selalu digambarkan dalam
kalungan Burung Garuda yang mencengkram tulisan Bhineka Tunggal Ika yang menjadi semboyan Indonesia dengan
makna “ Walaupun Berbeda-Beda Namun Tetap Satu Jua”.
Manifestasi atau perwujutan nilai-nilai Pancasila dalam realita kehidupan
bangsa Indonesia bukanlah tanpa halangan dan rintangan, sebab masih jelas dalam
ingatan kita sejarah kelabu masa lalu bangsa Indonesia dalam mempertahankan
Idiologi Pancasila yang dikenal dengan peristiwa Gerakan 30 September atau yang
lebih akrab dengan sebutan G30S/PKI dimana gerakan ini merupakan gerakan yang
ingin merubah dasar negara Pancasila menjadi dasar negara yang beridiologi
Komunis yang saat itu dimotori oleh Partai Komunis Indonesia ( PKI ) pimpinan
Kolonel Untung dan DN. Aidit.
Kesaktian dari Pancasila yang merupakan Janji Luhur Bangsa Indonesia dapat
meredam semua itu walaupun dampak dari peristiwa tersebut Indonesia kehilangan
putra-putra terbaik bangsa yang kita kenal dengan Pahlawan Revolusi. Mereka
adalah orang-orang yang menjadi korban penculikan dan pembunuhan para anggota
PKI yang kemudian jasadnya dibuang di daerah Lubang Buaya Jakarta dan ditemukan
pada tangga 1 Oktober 1965. Sehingga pada saat ini setiap tanggal 1 Oktober,
Indonesia selalu memperingati hari Kesaktian Pancasila untuk mengenang peritiwa
tersebut. Begitu sakral dan saktinya Pancasila jika kita melihat tragedi
tersebut. Karena Pancasila merupakan Dasar Idiologi bangsa yang tidak dapat
ditukar ganti dengan apapun sehingga setiap orang Indonesia merasa berkewajiban
untuk menjaga dan mengamalkan setia butir isinya.
Jika Dasar Konstitusi Indonesia yakni UUD 1945 telah mengalami beberapa
kali amandeman, bahkan pernah juga diganti seiring bergantinya sistem
pemerintahan Indonesia pada masa lalu seperti diberlakukannya Konstitusi RIS
pada saat Indonesia berbentuk negara Serikat antara 27 Desember 1945 sampai 17
Agustus 1950, dan diganti dengan Undang-Undang Dasar Sementara ( UUDS 1950 )
dari tanggal 17 Agustus 1950 sampai 5 September 1959, sebelum akhirnya kembali
lagi menjadi UUD 1945 pada tanggal 5 September 1959 sampai sekarang setelah
keluarnya Dekrit Presiden. Namun Pancasila yang merupakan Dasar Idiologi
Indonesia tidak sekalipun pernah berubah isi dan jumlah butirnya.
Hal tersebut mengindikasikan bahwa Pancasila benar-benar menjadi
Kepribadian Bangsa Indonesia dimanapun berada. Karena Pancasila itu sendiri
bersifat Supel dan Fleksibel yang dalam kata lain dapat diartikan singkat namun mencakup
keseluruhan dan dapat mengikuti setiap perkembangan zaman yang senantiasa
bertukar. Bahkan Pancasila siap untuk disandingkan dengan Idiologi manapun yang
tidak bertentangan dengan nilai yang terkandung dalam setiap butirnya tanpa
harus takut untuk menutup diri karena Pancasila merupakan Idiologi terbuka.
Implementasi
Pengamalan Pancasila Saat Ini.
Jika kita bahas sekilas sejarah lahir dan bertahannya Pancasila hingga saat
ini, ada rasa haru dan bangga kita sebagai generasi penerus Bangsa Indonesia.
Sabab kita memiliki Pedoman Hidup dan Cita-Cita Bangsa yang begitu sakral dan
fenomenal.
Namun apakah semua itu masih terdapat dalam jiwa setiap rakyat Indonesia.
Pertanyaan ini wajar untuk diutarakan karena jika kita melihat realita
kehidupan Bangsa Indonesia saat ini sangat jauh dari nilai-nilai dasar
Pancasila yang perlahan mulai terkikis. Banyak anak bangsa yang mulai tidak
mengamalkan isi setiap butir Pancasila, bahkan perlahan mulai dilupakan dan
ditinggalkan oleh hampir setiap elemen kehidupan Bangsa Indonesia. Praktis
Pancasila saat ini hanya menjadi pajangan dinding sekolah atau instansi
pemerintahan dan swasta tanpa pernah untuk dikaji bahkan diaplikasikan dalam
sendi kehidupan. Tidak jarang kita berfikir hanya seorang guru PPKn lah yang
berkewajiban untuk membahas dan mengamalkan nilai-nilai dari Pancasila karena
profesi menuntut mereka untuk melakukan hal itu. Namun selain dari mereka
seakan tidak ada lagi yang merasa bertanggung jawab untuk mengamalkan setiap
butir isi Pancasila. Ini terbukti dari jika kita bahas satu persatu nilai dasar
Pancasila itu sendiri.
Pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, yang memiliki nilai dasar Tuhan. Memang
benar saat ini hampir tidak ada lagi rakyat Indonesia yang tidak berketuhanan.
Namun realita justru sangat memprihatinkan dimana tindakan dan tingkah laku
buruk sebahagian rakyat Indonesia melebihi mereka yang tidak berketuhanan.
Bagaimana kita melihat hampir setiap hari pemberitaan di media massa baik cetak
maupun elektronik mengabarkan bagaimana seorang anak yang tega membunuh ayah
atau ibu kandungnya sendiri karena berbagai alasan. Belum lagi kisah bejat
seorang ayah kandung yang sanggup menodai anak kandungnya sendiri. Bukankah hal
itu dilakukan oleh orang-orang yang mengaku beragama dan berketuhanan yang
belum tentu akan dilakukan oleh orang-orang diluar sana yang justru tidak
percaya dengan adanya Tuhan.
Kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Sering kali kita dihadapkan
pada kasus-kasus tentang ketidak beradaban sebahagian oknum bangsa Indonesia.
Begitu banyak tragedi masa lalu yang mengisahkan bagaimana pelanggaran Hak-Hak
Asasi Manusia yang hingga saat ini belum terungkap benang merahnya karena
melibatkan pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap negara. Bahkan yang
palang update dan masih hangat dalam pembahasan
adalah tragedi sengketa tanah di Mesuji, Lampung yang berakibat pada
pelanggaran HAM yang dialami oleh para petani yang dibantai hingga tewas tanpa
Prikemanusiaan. Apakah ini yang dinamakan Negara yang menjunjung tinggi
keberadaban dan keadilan.
Ketiga, Persatuan Indonesia. Setelah kelompok separatis Gerakan Aceh
Merdeka ( GAM ) dapat didamaikan melalui perjanjian Helsinski, kini muncul lagi
kelompok separatis lainnya yakni Operasi Papua Merdeka ( OPM ) yang memang
bukanlah gerakan baru didunia separatisme Indonesia. Belakangan gerakan ini
sering kali mencuri perhatian segenap rakyat Indonesia melalui aksi pengibaran
bendera Bintang Kejora yang konon katanya merupakan bendera kesatuan meraka.
Belum lagi gerakan separatis dari tanah Maluku yang menamakan dirinya Republik
Maluku Selatan ( RMS ). Mereka semua melakukan gerakan separatis ini bukanlah
tanpa alasan. Satu hal yang pasti meraka rasakan sehingga terjadi
gerakan-gerakan ini adalah ketimpangan sosial yang meraka rasakan dalam
menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara dibawah naungan NKRI. Belum lagi
konflik antar etnis atau yang paling sering terjadi adalah bentrokan anatar
suku sepeti antara orang dayak dengan orang madura. Ini seharusnya menjadi tugas
pemerintah dalam menuntaskan kesenjangan taraf hidup seluruh rakyat Indonesia
agar tetap solid dan bersatu.
Keempat adalah Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan Perwakilan. Memang harus diakui bahwa Indonesia merupakan salah
satu negara yang menerapkan Demokrasi kerakyatan. Namun dalam konteksnya, hal
itu tidak didukung oleh oknum yang menjadi wakil rakyat yang justru kinerja
mereka merusak tatanan kehidupan bernegara dan menyengsarakan rakyat Indonesia
karena budaya korupsi yang kini telah menjamaah hampir disemua instansi
pemerintahan, terutama digedungnya Anggota Dewan yang terhormat yang seharusnya
menjadi penyambung lidah orang-orang yang telah memberi amanah terhadap mereka.
Kelima, atau yang terakhir adalah keadilah Sosial bagi seluruh Rakyat
Indonesia. Bukan rahasia umum lagi jika kita berbicara keadilan dalam konteks
bernegara yang selalu menjadi hal yang sangat memprihatinkan. Ada pepatah yang
mengatakan bahwa keadilan itu
belum tentu sama rata. Hal
ini benar adanya dan dapat diterima akal sehat. Namun yang jadi pertanyaan
adalah apakah setiap hak yang semestinya didapatkan oleh segenap bangsa
Indonesia namun tidak dipenuhi oleh orang-orang yang menjalankan roda
pemerintah seperti pendidikan minimal sembilan tahun dan jaminan kesehatan bagi
masyarakat miskin yang tidak didapatkan oleh mereka yang seharusnya berhak
untuk mendapatkan, dan justru diperoleh oleh mereka yang tidak berhak untuk
mendapatkannya. Lalu apakah ini yang disebut keadilan.
Semua itu dilakukan oleh rakyat Indonesia yang tidak mengamalkan
nilai-nilai Pancasila. Maka apakah kita akan tetap menjalankan tradisi yang
sangat bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila yang merupakan Kepribadian,
Pandangan Hidup, dan Janji Luhur Bangsa Indonesia. kalau kita mengaku Pancasila
merupakan Jiwa bangsa kita, mengapa kita harus meninggalkan dan tidak
mengamalkan nilai-nilai Pancasila agar sakralismenya tetap terjaga sampai
kapanpun.
Penulis adalah Kabid PTKP HMI FIS dan Staf Pusham Unimed
0 comments:
Posting Komentar