Salam Sada Roha

Welcome To Freedom Area *Human Love Human*

Rabu, 19 September 2012

Sakralisme Pancasila Yang Mulai Terkikis

Oleh : Eka Azwin Lubis
Begitu sakral dan urgen setiap kali kita membahas Pancasila yang merisikan tentang himpunan dari berbagai karakter, pola fikir dan gaya hidup setiap rakyat Indonesia. Sebab suka atau tidak suka, harus kita akui bahwa Pancasila yang diambil dari bahasa sansekerta yang berarti lima dasar tersebut merupakan landasan Idiologi Bangsa Indonesia. Maka dari itu secara otomatis Pancasila merupakan cerminan dari kehidupan seluruh Bangsa Indonesia.
Bila kita tarik kebelakang pasca kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, para pejuang Indonesia yang diwakili Panitia Sembilan berembuk untuk segera mengesahkan Dasar Konstitusi dan Dasar Idiologi Indonesia yang baru merdeka tersebut. Sebab sebelum proklamasi Indonesia dibacakan, tepatnya pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia Sembilan telah melahirkan Piagam Jakarta yang menjadi cikal bakal dari lahirnya Undang-Undang Dasar 1945. Perlu diketahui pula bahwa Indonesia merupakan satu-satunya negara didunia ini yang pada saat kemerdekaannya belum memiliki Dasar Konstitusi yang menjadi landasan dan tolak ukur untuk kedepannya negara ini melangkah. Oleh sebab itu Panitia Sembilan yang diketuai oleh The Father of Land, salah satu Proklamator, sekaligus Presiden pertama Indonesia, yaitu Ir. Soekarno bersama delapan orang lainnya segera melakukan rapat untuk mengesahkan Dasar Konstitusi Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945 atau sehari setelah kemerdekaan, yang sekarang ini kita kenal dengan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) dan hingga saat telah mengalami empat kali amandemen yakni pada tahun 1999, 2000, 2001, dan terkahir pada tahun 2002.
Dalam UUD 1945 tersebut pula dimuat Dasar Idiologi bangsa Indonesia yakni Pancasila yang terdapat dalam Preambule atau Pembukaan. Pancasila dibuat bukanlah tanpa dasar pemikiran dan kesepakatan yang kuat. Sebab Pancasila selain dianggap sebagai Dasar Idiologi Bangsa Indonesia, juga diharapkan dapat menjadi Landasan Hidup Bangsa, Pandangan Hidup Bangsa, Dasar Negara, Dasar Hukum, Cita-Cita dan Tujuan Hidup Bangsa, dan yang terpenting adalah Pancasila juga merupakan Janji Luhur Bangsa Indonesia. maka begitu sakral dan urgennya nilai-nilai pancasila bagi seluruh bangsa Indonesia yang selain untuk pedoman, namun juga harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Isi dari setiap butir Pancasila mewakili setiap sendi kehidupan segenap rakyat Indonesia yang terdiri dari beragam suku bangsa, agama, bahasa, budaya, dan tentunya karakter dan gaya hidup yang berbeda-beda pula. Namun Pancasila dapat menampung itu semua menjadi satu kesatuan yang utuh dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI ). Pancasila selalu digambarkan dalam kalungan Burung Garuda yang mencengkram tulisan Bhineka Tunggal Ika yang menjadi semboyan Indonesia dengan makna “ Walaupun Berbeda-Beda Namun Tetap Satu Jua”.
Manifestasi atau perwujutan nilai-nilai Pancasila dalam realita kehidupan bangsa Indonesia bukanlah tanpa halangan dan rintangan, sebab masih jelas dalam ingatan kita sejarah kelabu masa lalu bangsa Indonesia dalam mempertahankan Idiologi Pancasila yang dikenal dengan peristiwa Gerakan 30 September atau yang lebih akrab dengan sebutan G30S/PKI dimana gerakan ini merupakan gerakan yang ingin merubah dasar negara Pancasila menjadi dasar negara yang beridiologi Komunis yang saat itu dimotori oleh Partai Komunis Indonesia ( PKI ) pimpinan Kolonel Untung dan DN. Aidit.
Kesaktian dari Pancasila yang merupakan Janji Luhur Bangsa Indonesia dapat meredam semua itu walaupun dampak dari peristiwa tersebut Indonesia kehilangan putra-putra terbaik bangsa yang kita kenal dengan Pahlawan Revolusi. Mereka adalah orang-orang yang menjadi korban penculikan dan pembunuhan para anggota PKI yang kemudian jasadnya dibuang di daerah Lubang Buaya Jakarta dan ditemukan pada tangga 1 Oktober 1965. Sehingga pada saat ini setiap tanggal 1 Oktober, Indonesia selalu memperingati hari Kesaktian Pancasila untuk mengenang peritiwa tersebut. Begitu sakral dan saktinya Pancasila jika kita melihat tragedi tersebut. Karena Pancasila merupakan Dasar Idiologi bangsa yang tidak dapat ditukar ganti dengan apapun sehingga setiap orang Indonesia merasa berkewajiban untuk menjaga dan mengamalkan setia butir isinya.
Jika Dasar Konstitusi Indonesia yakni UUD 1945 telah mengalami beberapa kali amandeman, bahkan pernah juga diganti seiring bergantinya sistem pemerintahan Indonesia pada masa lalu seperti diberlakukannya Konstitusi RIS pada saat Indonesia berbentuk negara Serikat antara 27 Desember 1945 sampai 17 Agustus 1950, dan diganti dengan Undang-Undang Dasar Sementara ( UUDS 1950 ) dari tanggal 17 Agustus 1950 sampai 5 September 1959, sebelum akhirnya kembali lagi menjadi UUD 1945 pada tanggal 5 September 1959 sampai sekarang setelah keluarnya Dekrit Presiden. Namun Pancasila yang merupakan Dasar Idiologi Indonesia tidak sekalipun pernah berubah isi dan jumlah butirnya.
Hal tersebut mengindikasikan bahwa Pancasila benar-benar menjadi Kepribadian Bangsa Indonesia dimanapun berada. Karena Pancasila itu sendiri bersifat Supel dan Fleksibel yang dalam kata lain dapat diartikan  singkat namun mencakup keseluruhan dan dapat mengikuti setiap perkembangan zaman yang senantiasa bertukar. Bahkan Pancasila siap untuk disandingkan dengan Idiologi manapun yang tidak bertentangan dengan nilai yang terkandung dalam setiap butirnya tanpa harus takut untuk menutup diri karena Pancasila merupakan Idiologi terbuka.
Implementasi Pengamalan Pancasila Saat Ini.
Jika kita bahas sekilas sejarah lahir dan bertahannya Pancasila hingga saat ini, ada rasa haru dan bangga kita sebagai generasi penerus Bangsa Indonesia. Sabab kita memiliki Pedoman Hidup dan Cita-Cita Bangsa yang begitu sakral dan fenomenal.
Namun apakah semua itu masih terdapat dalam jiwa setiap rakyat Indonesia. Pertanyaan ini wajar untuk diutarakan karena jika kita melihat realita kehidupan Bangsa Indonesia saat ini sangat jauh dari nilai-nilai dasar Pancasila yang perlahan mulai terkikis. Banyak anak bangsa yang mulai tidak mengamalkan isi setiap butir Pancasila, bahkan perlahan mulai dilupakan dan ditinggalkan oleh hampir setiap elemen kehidupan Bangsa Indonesia. Praktis Pancasila saat ini hanya menjadi pajangan dinding sekolah atau instansi pemerintahan dan swasta tanpa pernah untuk dikaji bahkan diaplikasikan dalam sendi kehidupan. Tidak jarang kita berfikir hanya seorang guru PPKn lah yang berkewajiban untuk membahas dan mengamalkan nilai-nilai dari Pancasila karena profesi menuntut mereka untuk melakukan hal itu. Namun selain dari mereka seakan tidak ada lagi yang merasa bertanggung jawab untuk mengamalkan setiap butir isi Pancasila. Ini terbukti dari jika kita bahas satu persatu nilai dasar Pancasila itu sendiri.
Pertama Ketuhanan Yang Maha Esa, yang memiliki nilai dasar Tuhan. Memang benar saat ini hampir tidak ada lagi rakyat Indonesia yang tidak berketuhanan. Namun realita justru sangat memprihatinkan dimana tindakan dan tingkah laku buruk sebahagian rakyat Indonesia melebihi mereka yang tidak berketuhanan. Bagaimana kita melihat hampir setiap hari pemberitaan di media massa baik cetak maupun elektronik mengabarkan bagaimana seorang anak yang tega membunuh ayah atau ibu kandungnya sendiri karena berbagai alasan. Belum lagi kisah bejat seorang ayah kandung yang sanggup menodai anak kandungnya sendiri. Bukankah hal itu dilakukan oleh orang-orang yang mengaku beragama dan berketuhanan yang belum tentu akan dilakukan oleh orang-orang diluar sana yang justru tidak percaya dengan adanya Tuhan.
 Kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Sering kali kita dihadapkan pada kasus-kasus tentang ketidak beradaban sebahagian oknum bangsa Indonesia. Begitu banyak tragedi masa lalu yang mengisahkan bagaimana pelanggaran Hak-Hak Asasi Manusia yang hingga saat ini belum terungkap benang merahnya karena melibatkan pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap negara. Bahkan yang palang update dan masih hangat dalam pembahasan adalah tragedi sengketa tanah di Mesuji, Lampung yang berakibat pada pelanggaran HAM yang dialami oleh para petani yang dibantai hingga tewas tanpa Prikemanusiaan. Apakah ini yang dinamakan Negara yang menjunjung tinggi keberadaban dan keadilan.
Ketiga, Persatuan Indonesia. Setelah kelompok separatis Gerakan Aceh Merdeka ( GAM ) dapat didamaikan melalui perjanjian Helsinski, kini muncul lagi kelompok separatis lainnya yakni Operasi Papua Merdeka ( OPM ) yang memang bukanlah gerakan baru didunia separatisme Indonesia. Belakangan gerakan ini sering kali mencuri perhatian segenap rakyat Indonesia melalui aksi pengibaran bendera Bintang Kejora yang konon katanya merupakan bendera kesatuan meraka. Belum lagi gerakan separatis dari tanah Maluku yang menamakan dirinya Republik Maluku Selatan ( RMS ). Mereka semua melakukan gerakan separatis ini bukanlah tanpa alasan. Satu hal yang pasti meraka rasakan sehingga terjadi gerakan-gerakan ini adalah ketimpangan sosial yang meraka rasakan dalam menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara dibawah naungan NKRI. Belum lagi konflik antar etnis atau yang paling sering terjadi adalah bentrokan anatar suku sepeti antara orang dayak dengan orang madura. Ini seharusnya menjadi tugas pemerintah dalam menuntaskan kesenjangan taraf hidup seluruh rakyat Indonesia agar tetap solid dan bersatu.
Keempat adalah Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan. Memang harus diakui bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang menerapkan Demokrasi kerakyatan. Namun dalam konteksnya, hal itu tidak didukung oleh oknum yang menjadi wakil rakyat yang justru kinerja mereka merusak tatanan kehidupan bernegara dan menyengsarakan rakyat Indonesia karena budaya korupsi yang kini telah menjamaah hampir disemua instansi pemerintahan, terutama digedungnya Anggota Dewan yang terhormat yang seharusnya menjadi penyambung lidah orang-orang yang telah memberi amanah terhadap mereka.
Kelima, atau yang terakhir adalah keadilah Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia. Bukan rahasia umum lagi jika kita berbicara keadilan dalam konteks bernegara yang selalu menjadi hal yang sangat memprihatinkan. Ada pepatah yang mengatakan bahwa keadilan itu belum tentu sama rata. Hal ini benar adanya dan dapat diterima akal sehat. Namun yang jadi pertanyaan adalah apakah setiap hak yang semestinya didapatkan oleh segenap bangsa Indonesia namun tidak dipenuhi oleh orang-orang yang menjalankan roda pemerintah seperti pendidikan minimal sembilan tahun dan jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin yang tidak didapatkan oleh mereka yang seharusnya berhak untuk mendapatkan, dan justru diperoleh oleh mereka yang tidak berhak untuk mendapatkannya. Lalu apakah ini yang disebut keadilan.
Semua itu dilakukan oleh rakyat Indonesia yang tidak mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Maka apakah kita akan tetap menjalankan tradisi yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila yang merupakan Kepribadian, Pandangan Hidup, dan Janji Luhur Bangsa Indonesia. kalau kita mengaku Pancasila merupakan Jiwa bangsa kita, mengapa kita harus meninggalkan dan tidak mengamalkan nilai-nilai Pancasila agar sakralismenya tetap terjaga sampai kapanpun.

Penulis adalah Kabid PTKP HMI FIS dan Staf Pusham Unimed

0 comments:

Posting Komentar