Salam Sada Roha

Welcome To Freedom Area *Human Love Human*

Selasa, 02 Oktober 2012

Jangan Ada Sara di Pilgubsu (Opini Medan Bisnis)

Oleh : Eka Azwin Lubis 
Meski pemilihan gubernur sumatera utara masih sekitar satu tahun lagi, namun sudah banyak bakal calon gubernur yang mulai memperkenalkan diri mereka kepada masyarakat sumatera utara. Beragam cara yang mereka lakukan agar namanya akrab di telinga masyarakat. Mulai dari baliho dan spanduk dengan berbagai ukuran yang bertebaran dihampir seluruh penjuru provinsi ini. Hingga kegiatan-kegiatan sosial yang mereka ikuti sebagai wadah bagi meraka untuk dapat terjun langsung ke lapangan dan bertemu dengan masyarakat.
Selain itu media agaknya juga dimanfaatkan oleh beberapa orang bakal calon ( balon ) tersebut untuk mempromosikan nama mereka hingga masyarakat tidak  lagi merasa asing dengan kinerja mereka. Setiap hari diberbagai surat kabar lokal pasti selalu ada pemberitaan yang mengabarkan tentang berbagai kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing balon. Terlepas dari benar atau tidaknya setiap pemberitaan tersebut,
yang jelas semakin hari nama mereka semakin akrab dengan masyarakat. Karena hal tersebutlah yang memang mereka inginkan agar disaat pemilihan gubernur sumatera utara (pilgubsu) nanti suara yang mereka harapkan dari masyarakat sumut tidak lari dari perkiraan.
Hal tersebut bukanlah sesuatu yang salah sebab menurut peraturan yang berlaku, setiap orang berhak memperkenalkan diri mereka masing-masing kepada masyarakat umum selama tidak membawa misi dan visi tertentu mengenai program yang mereka tawarkan apabila terpilih menjadi gubernur sumut nantinya.
Apalagi di era reformasi yang telah menjamin kebebasan berdemokrasi yang lebih mapan, tidak ada seorangpun yang dapat dihalangi caranya untuk menyapa masyarakat secara luas terlepas dari apapun niatannya. Hal tersebutlah yang semakin dimanfaatkan oleh para balon gubsu tersebut untuk semakin mendekatkan diri mereka kepada masyarakat sumut yang akan menentukan pemimpinya kedepan.
Namun meski begitu, kebebasan yang telah dijamin oleh konstitusi tersebut harus tetap dijaga dengan baik oleh para balon gubsu dan tim suksesnya masing-masing. Mereka harus tetap didalam koridor aturan yang ada dan yang paling penting adalah jangan sampai cara yang mereka lakukan dalam mensosialisasikan diri mereka kepada masyarakat justru mengganggu balon yang lain. Kesantunan dan nilai toleransi harus tetap dikedepankan oleh mereka yang punya niatan untuk menjadi gubsu dalam bersosialisasi.
Sebab sama-sama kita pahami bahwa inilah saat-saat yang paling riskan bagi seseorang dalam mencari popularitasnya dimata masyarakat. Berbagai cara coba dikerahkan agar masyarakat menaruh simpati yang begitu dalam kepada mereka. Sehingga tidak jarang ada cara-cara yang kurang santun muncul manakala mereka sedang mempublikasikan diri mereka. Hal tersebut bukanlah sesuatu yang mengada-ada, sebab sudah menjadi rahasia umum bagaimana seseorang yang ingin mendapatkan simpati dan dukungan dari masyarakat, selalu berlaku layaknya orang yang paling sempurna dan paling mengerti tentang nasib rakyat. Sembari menunjukan berbagai kebajikan yang telah dilakukan, mereka juga mencoba menyudutkan calon-calon yang lain agar kehilangan pamor dimata masyarakat.
Banyak cara dan isu yang siap ditebar kepada masyarakat umum untuk menghilangkan pamor seseorang yang menjadi saingan politik mereka demi kekuasaan yang diincar. mungkin saja berita buruk yang mereka sampaikan kepada masyarakat mengenai sosok dan sepak terjang lawannya jika terpilih menjadi gubernur nanti benar adanya, namun hal tersebut bukanlah suatu tindakan yang profesional untuk dilakukan oleh seorang calon pemimpin.
Harusnya biarkan saja masyarakat yang menilai tanpa harus di intimidasi dengan isu-isu negatif mengenai balon-balon yang lain. Sebab demokarsi yang kita jalankan sekarang bukanlah demokrasi yang penuh dengan intrik intimidasi. Sikap fair dalam berpolitik termasuk bagaimana cara dalam mensosialisasikan diri kepada masyarakat harus tetap dijunjung tinggi oleh balon-balon yang siap bersaing menuju pilgubsu 2013 mendatang.
Latar Belakang Masih Menjadi Jualan Politik
Hidup ditengan kemajemukan bukan berarti menjamin sikap toleransi yang tinggi. Sebab perbedaan yang ada masih kerap dijadikan masalah urgen dalam berbagai hal termasuk yang berkaitan dengan dunia politk.
Sumatera utara bukanlah daerah yang memiliki golongan mayoritas. Meskipun kerap diklaim sebagai wilayahnya suku tertentu, namun harus dipahami bahwa sebenarnya jumlah suku yang ada di sumut ini hampir-hampir berimbang jumlahnya. Mungkin disebagian daerah ada suku tertentu yang mendominasi jumlahnya, namun didaerah lain belum tentu suku tersebut memiliki jumlah penduduk yang lebih banyak diketimbang suku yang lainnya.
Begitu juga dengan agama, sumut merupakan daerah yang plural apalagi jika berbicara tentang kehidupan beragama. Semua agama yang diakui oleh pemerintah keberadaannya, terdapat di sumut meskipun jumlahnya tidak berimbang. Namun setidaknya hal tersebut sudah menggambarkan bagaimana warna perbedaan yang ada disini begitu kental adanya.
Meskipun begitu, hingga saat ini latar belakang suku, agama, dan ras ( SARA ) masih saja tetap dikedepankan untuk mencari popularitas. Rasa primordial yang begitu kental hampir tidak bisa dipisahkan dari sifat bangsa ini termasuk dalam memilih pemimpin. Meskipun hidup ditengah perbedaan, namun kerap isu sara tetap menjadi jualan paling laku dalam mencari simpati masyarakat dan menjatuhkan pamor orang lain dimata masyarakat juga.
Hal ini sangat erat kaitannya dengan pilgubsu yang akan segera digelar kurang lebih satu tahun kedepan.. Demi mendongkrak popularitas dan mencari simpati dari masyarakat, tidak jarang cara yang kurang profesional dengan mengedepankan isu sara tersebut dilakukan oleh mereka yang akan bersaing memperebutkan kursi sumut 1 nantinya.
Oknum yang tadinya hampir tidak pernah mengenakan marga dibelakang namanya, kini justru mengenakan marga sebagai penguat identitas dirinya yang merupakan orang sumut. Tindakan tersebut memang bukanlah sesuatu yang keliru. Namun jika kita cerdas menyikapinya, hal tersebut merupakan cara seseorang yang ingin menjadi gubsu dengan menggunakan simbol-simbol golongan.
Harusnya mereka berani tampil apa adanya, biarkan masyarakat yang menilai bagaimana kinerja mereka selama ini tanpa harus diikuti dengan simbol-simbol kelompok atau golongan dalam menarik simpati masyarakat tersebut.
Sebab jika dari sekarang kita sudah disajikan dengan cara-cara yang terkesan menjurus pada primordial golongan, dikahawatirkan kedepannya para pemimpin kita tidak dapat bersifat netral bagi seluruh masyarakatnya. Sebab sosok seorang pemimpin bukan hanya milik golongan atau kelompok tertentu saja, namun seseorang itu harus mampu menjadi pemimpin yang mengayomi seluruh lapisan masyarakat tanpa melihat latar belakang dan golongannya.
Semoga saja dalam pilgubsu mendatang tidak ada isu sara yang berkembang menemani kampanye yang dilakukan oleh masing-masing calon gubsu. Jangan ada lagi dominasi mayoritas dan tirani minoritas di sumatera utara yang selama ini dikenal dengan kehidupan masyarakatnya yang penuh dengan nilai-nilai toleransi dalam perbedaan.

  Penulis adalah mahasiswa PKn Unimed dan Staf Pusham Unimed 
Sumber : Medan Bisnis, 2 Oktober 2012

0 comments:

Posting Komentar