Oleh : Eka Azwin Lubis
"Hitam
kulit, keriting rambut, aku Papua...". Sepenggal lirik lagu tersebut
menggambarkan pada kita semua bagaimana ciri khas fisik yang dimiliki oleh
saudara-saudara kita di ujung timur Indonesia.
Memang fisik
saudara-saudara kita di Papua sana sedikit berbeda dengan fisik rakyat
Indonesia kebanyakan. Namun hal itulah yang menjadi warna betapa besarnya
bangsa Indonesia. Sebab bangsa ini tidak hanya memiliki penghuni dengan beragam
suku bangsa dan agama, namun juga warna kulit yang semua itu tetap bisa
dipersatukan ke dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Banyak
cerita menarik dan fakta unik yang dimiliki oleh saudara-saudara di bumi
cendrawasih tersebut. Mulai dari kekayaan alamnya, limpahan hasil laut yang
luar biasa, hingga sumber-sumber daya manusianya yang selalu memberi warna dan
menambah semangat apabila ada suatu kompetisi baik itu di bidang olah raga
maupun ilmu pengetahuan yang membawa nama Indonesia.
Jika ada
kejuaraan sepakbola antar negara, pemuda-pemuda Papua selalu menjadi bagian
dari tim nasional Indonesia. Sebab pemain-pemain yang akrab dijuluki mutiara
hitam itu memang memiliki fisik dan skil individu yang di atas rata-rata
dibanding dengan pemain lainnya.
Sehingga
apabila pada satu kejuaraan internasional, Timnas kita tidak diperkuat oleh
pemain-pemain asal Papua, maka niscaya hasil yang didapat juga jauh dari
harapan. Tidak ada hal yang bisa dilepaskan dari kontribusi saudara-saudara di
Papua dalam memajukan negara ini. Karena mereka merupakan bagian dari bangsa
ini sampai kapanpun.
Namun tanah
elok nan religius itu kini berkecambuk lagi. Suasana mencekam penuh ketakutan
menghantui hari-hari rakyat Papua semenjak bergejolaknya kerusuhan yang terjadi
lagi di negeri mutiara hitam menyusul penembakan-penembakan misterius,
pembakaran rumah dan mobil-mobil milik aparat kepolisian yang diduga dilakukan
oleh orang yang kecewa terhadap pemerintah Indonesia yang mengabaikan hak-hak
dari rakyat Papua dimana banyak rakyat miskin di Papua yang tidak sekolah,
kelaparan, dan hak-hak kemanusiaannya seolah dikesampingkan oleh pihak-pihak
yang selama ini hanya memanfaatkan hasil bumi dari tanah Papua yang memang
diakui sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai ladang tambang.
Pemerintah
selama ini terkesan hanya mementingkan kemauan dari investor-investor terutama
asing untuk terus menggali kekayaan dari hasil bumi Papua tanpa memperhatikan
nasib rakyat Papua yang sangat jauh dari kesejahteraan. Kemiskinan dan
kebodohan yang selama ini melekat dengan kehidupan rakyat Papua seakan tidak
pernah terjamah oleh mata para penguasa negeri ini maupun para investor yang
mencari nafkah di sana. Yang ada dalam benak mereka adalah bagaimana terus
memperkaya diri dengan mengeruk keuntungan dari hasil bumi di Papua tanpa
memikirkan nasib penghuninya.
Kita tentu
akrab dengan nama PT Freeport, perusahaan tambang milik Amerika Serikat itu
merupakan perusahaan yang menggali gunungan emas yang ada di Papua sejak zaman
orde baru. Gunungan emas yang saat ini mulai menjadi cekungan kawah namun tetap
memiliki kandungan emas, masih terus dimanfaatkan oleh perusahaan tersebut
untuk dijadikan lumbung penghasil emas.
Kekayaan
tanah Papua ini memang bukan rahasia umum lagi. Begitu potensialnya alam dari
provinsi yang berbatasan langsung dengan negara Papua Nugeini tersebut. Seperti
yang dijelaskan di atas bahwa kekayaan hasil tambangnya selalu dimanfaatkan
oleh investor asing yang kemudian dijadikan oleh negara untuk mendongkrak
income kas negara.
Selain
tambang, papua juga menyimpan berjuta kekayaan alam yang lainnya. Mulai dari
flora dan fauna yang selalu memiliki kekhasan yang berbeda dengan daerah
lainnya di nusantara, hasil pertaniannya yang melimpah, hingga biota bawah laut
yang luar biasa kaya.
Kabupaten
Raja Ampat merupakan daerah dengan terumbu karang terluas di dunia. Eksotisme
alam bawah lautnya menyajikan keindahan yang dianggap wisatawan asing sebagai
surganya alam bawah laut. Berjuta biota laut terdapat di sana yang apabila
dikelola dan mendapat perhatian dengan baik maka akan mendatangkan
kesejahteraan bagi masyarakat raja ampat karena daerah tersebut akan menjadi
tujuan objek wisata kelas dunia.
Unik memang
manakala potensial alam tersebut justru lebih mendapat perhatian dari
pihak-pihak asing yang begitu mengagungkan kekayaan alam Papua. Namun di saat
yang sama pemerintah yang harusnya memiliki tanggung jawab akan hal itu justru
terkesan tak acuh dengan apa yang menjadi nilai jual dari bangsa ini yang
pastiya akan meningkatkan kesejahteraan rakyat Papua.
Suka atau
tidak suka, kita harus jujur mengakui bahwa pemerintah Indonesia seolah
memandang sebelah mata terhadap hak-hak rakyat Papua. Bahkan mereka terkesan
dikesampingkan dibandingkan daerah lainnya. Sehingga wajar apabila rakyat Papua
meminta perlakuan khusus kepada pemerintah berupa menjadi daerah yang mendapat
predikat Daerah Otonomi Khusus demi menyeimbangkan diri terhadap daerah-daerah
lain di Indonesia.
Namun
sekali lagi das sollen but das sein ( harapan dan kenyataan ) tidak
berjalan secara seimbang. Sebab realita yang terjadi justru berkata lain.
Diskriminsai berulang kali terjadi di Papua, hak-hak mereka terabaikan. Bahkan
pembangunan tidak merata di semua sektor kehidupan. Praktis hanya Ibukota
Jayapura dan beberapa daerah saja seperti Marauke dan Manokwari yang mendapat
sedikit kemajuan.
Sedangkan daerah lain yang letaknya secara geografis jauh dari kota seolah
tidak terjamah oleh mata para penguasa negeri. Sebut
saja daerah seperti Wamena dan Raja Ampat yang berbatasan langsung dengan
Negara Papua Nugini, kehidupan mereka sangat memprihatinkan. Jangankan pusat
perbelanjaan yang modern seperti di ibukota, angkutan umum saja sangat sulit
dijumpai di daerah tersebut.
Keadaan
seperti inilah yang memicu munculnya kelompok separatis yang berniat memisahkan
diri dengan Indonesia. Jika kita adil dalam berfikir, kelompok tersebut tidak
akan berniat memerdekakan diri apabila kesehateraan hidup mereka memang dijamin
oleh pemerintah.
Mereka
memberontak karena mereka merasa kekayaan alam yang daerah mereka miliki sangat
tidak sesuai dengan keadaan ekonomi yang mereka jalani. Sehingga hal yang wajar
apabila mereka ingin memisahkan diri dari belenggu penindasan meskipun hal
tersebut tidak akan pernah terjadi.
Pemerintah
harusnya sadar, hanya ada satu jalan untuk menyelesaikan konflik di Papua yakni
dengan cara memberikan perhatian yang sesuai dengan apa yang seharusnya mereka
dapatkan.
Jangan ada
lagi diskriminasi terhadap saudara-saudara di Papua apa lagi sampai mengebiri
hak-hak mereka. Apabila penyelesaian konflik di Papua dengan cara kekerasan,
maka hal itu merupakan satu tindakan keliru.
Sebab hanya
satu hal yang mereka tuntut yakni keadilan. Namun apabila keadilan yang mereka
tuntut dijawab dengan kekerasan, maka konflik horizontal yang tak
berkesudahanlah yang akan terus terjadi.
Pemerintah
harusnya cerdas dalam menyikapi hal ini. Pendekatan terhadap kepala-kepala adat
atau suku merupakan jalan paling efektif untuk menciptakan damai di Papua.
Karena sesungguhnya rakyat Papua juga cinta dialog layaknya bangsa Indonesia
pada umumnya.
Hilangkan
diskriminasi, berikan apa-apa yang menjadi hak rakyat Papua, hentikan
eksploitasi alam secara global, maka hal itulah yang akan membuat tanah
cendrawasih kembali damai.
Penulis adalah mahasiswa PKn Unimed dan Staf Pusham Unimed
Sumber : Medan Bisnis, 23 Oktober 2012
0 comments:
Posting Komentar