Salam Sada Roha

Welcome To Freedom Area *Human Love Human*

Rabu, 10 Oktober 2012

Apakah Pungli Bagian dari Budaya Kita? (Opini Analisa)

Oleh : Eka Azwin Lubis. 

Pungutan Liar (Pungli) agaknya telah akrab dalam dinamika kehidupan bangsa Indonesia karena hampir disemua lini kehidupan telah terkontaminasi dengan hantu yang bernama pungli ini. Tidak dapat kita nafikan bahwa pungli merupakan praktik kotor berupa setoran ilegal yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang ingin mendapat perlakuan khusus dari oknum-oknum terkait dalam berbagai aspek kehidupan, sangat marak terjadi di Indonesia. Sehingga tidak jarang terjadi konspirasi antara sang pembayar pungli dengan oknum-oknum nakal penerima pungli yang berujung pada kerugian yang dialami oleh negara.
Bahkan belakangan hal yang naif terjadi dalam dunia suap menyuap ala mafia jalanan ini. Sebab jika selama ini pungli terkesan hanya dilakukan oleh mereka yang tidak memiliki pekerjaan tetap sehingga melakukan cara-cara premanisme seperti iuran keamanan yang dilakukan oleh preman setempat untuk mendapat setoran rutin demi menyambung hidupnya, namun sekarang pungli juga ikut-ikutan dilakukan oleh oknum-oknum yang justru memiliki penghasilan tetap dan yang paling aneh adalah bagaimana mereka mengatasnamakan institusi tempat mereka bekerja untuk melancarkan praktik pungutan liar tersebut.
Beragam profesi yang menjadi tameng para oknumnya untuk melakukan pungutan-pungutan liar. Polisi yang seharusnya menjadi garda terdepan untuk memberantas praktik pungli ini terkadang justru terlibat aktif dalam kegiatan kotor tersebut. Fenomena yang akrab dalam kehidupan kita adalah bagaimana para awak korps berbaju coklat tersebut senantiasa melakukan pungutan liar di jalan raya. Modus yang sering dilakukan oleh polisi-polisi nakal ini adalah menilang para pengendara kendaraan bermotor yang melanggar aturan lalu lintas. Jika polisi tersebut memang melaksanakan tugas sesuai kapasitasnya, maka para pelanggar aturan lalu lintas harus disidangkan dipengadilan untuk menebus kesalahan yang mereka buat.
Tapi hal yang terjadi justru sebaliknya, dimana istilah "damai di tempat" selalu terjadi apabila ada pengendara bermotor yang melanggar lalu lintas. Sudah barang tentu uang yang mereka berikan sebagai tebusan atas kesalahan yang dilakukan, tidak akan masuk kedalam kas negara namun masuk kekantong para polisi-polisi nakal tadi. Karena saking maraknya kasus pungli yang dilakukan oknum kepolisian lalu lintas ini, Kapolri Jenderal Pol. Timur Pradopo sampai harus meminta masyarakat agar bersikap lebih proaktif jika melihat ada oknum kepolisian yang meminta pungutan liar (pungli) di jalan raya. Jenderal Timur bahkan menekankan aparat seperti itu harus ditindak tegas. Namun arahan dari pimpinan tertinggi kepolisian tadi agaknya belum sepenuhnya ditaati oleh anak buahnya karena hingga saat ini kasus pungutan liar yang bermodus penertiban pengendara yang melanggar aturan lalu lintas masih marak terjadi.
Tidak hanya di institusi Polri saja praktik ilegal ini terjadi, didunia pendidikan pungli juga marak terjadi. Sudah menjadi hal yang lumrah apabila ada oknum guru yang akan menjalani proses sertifikasi melakukan transaksi dengan pihak-pihak yang berdalih akan melancarkan proses sertifikasi mereka. Seperti terjadi di Kabupaten Garut yang diberitakan oleh INILAH.COM, dimana para Guru yang mengikuti sertifikasi diharuskan menyetor sejumlah uang mulai dari 600 ribu, 1 juta, hingga 5 juta rupiah per orang. Pungli yang diduga dilakukan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Pendidikan (Disdik) Kecamatan Pangatikan dan Kecamatan Wanaraja ini terindikasi dilakukan melalui pengawas. Dan ditengarai hasil pungli tersebut akan disetorkan pula ke oknum Disdik Kabupaten Garut.
Tidak hanya di Kabupaten Garut saja hal ini terjadi, hampir di semua daerah di Indonesia praktik kotor ini juga terjadi. Hanya saja sangat minim sumber yang dapat membongkar kasus yang sebenarnya sangat mencoreng wajah dunia pendidikan di Indonesia ini karena para kaum pengajar yang seharusnya menanamkan sikap-sikap kejujuran kepada siswanya disekolah justru melakukan tindakan yang sangat kontradiktif dengan profesi mereka.
Selain sertifikasi guru yang merupakan ajang rawan pungli, jika melihat kebijakan-kebijakan pendidikan di sekolah juga sangat rawan terjadinya dunia pungli. Satu contoh hal yang cukup memalukan dunia pendidikan adalah gara-gara sejumlah guru melaporkan ulah Kepala SMKN 1 Barru, Sulawesi Selatan, yang dituding telah melakukan pungutan liar yang kemudian diperdengarkan kepada DPRD Kabupaten Barru, proses belajar mengajar di sekolah kejuruan tersebut pun ikut terhenti. Bahkan karena penyampaian yang berjalan alot dalam acara tersebut sempat terjadi kericuhan dan nyaris terjadi adu jotos antara kubu guru yang mendukung pihak kepala sekolah dan kubu guru yang menentang pungutan liar (pungli) dan korupsi di sekolah tersebut.
Bagaimana generasi Indonesia mau dapat bermoral baik, jika semenjak duduk di bangku sekolah saja mereka sudah dipertontonkan dengan adegan-adegan yang tidak sewajarnya terjadi didalam dunia pendidikan.
Praktik Kotor yang Sudah Mengakar
Negara ini sudah mengatur tentang tindakan tegas kepada siapapun yang terlibat dalam praktik pungutan liar. Ada sanksi tegas yang diberikan kepada siapa saja yang kedapatan dan terbukti melakukan pungli tidak peduli apapun alasannya. Sebab kegiatan semacam ini merupakan kegiatan yang merugikan negara baik dari segi materi maupun inmateri.
Namun harus dicermati bahwa meskipun telah ada beragam aturan yang dibuat oleh pemerintah untuk menghilangkan praktik pungli di Indonesia, kegiatan kotor ini juga tetap marak terjadi di negara ini. Bahkan hal yang paling tragis adalah para petugas bandara yang juga tidak mau ketinggalan dalam melakukan pungutan liar terhadap para pahlawan devisa (TKI) Indonesia yang bekerja diluar negeri. Hal ini terbukti ketika Tim Komisi I DPR RI yang beranggotakan Tantowi Yahya (Golkar), Rachel Maryam (Gerindra) dan Effendi Choirie (PKB) bertemu dengan lebih dari 500 penata laksana rumah tangga Indonesia (PLRT) di Singapura. Para PLRT tersebut bercerita soal permasalahan yang mereka alami, termasuk soal pemotongan gaji dan pungutan liar di bandara Indonesia.
Sungguh hal yang ironis bagaimana para TKI yang ingin memperbaiki nasib hingga harus pergi keluar negeri, juga harus menjadi korban pungli dari oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab tersebut.
Banyak lagi pungli-pungli yang dilakukan oleh oknum-oknum nakal diberbagai institusi. Negara dalam hal ini harus lebih responsif dalam menghapuskan praktik pungli yang semakin lama semakin membumi di Indonesia. Masyarakat juga diharapkan untuk lebih cerdas agar tidak terbiasa dengan sistem instan yang berdampak pada suburnya pungli di Indonesia. ***

* Penulis adalah Mahasiswa PKn Unimed dan Staf Pusham Unimed 
Sumber : Analisa, 10 Oktober 2012

0 comments:

Posting Komentar