Salam Sada Roha

Welcome To Freedom Area *Human Love Human*

Rabu, 30 Mei 2012

Polisi dan Senjatanya

Oleh : Eka Azwin Lubis

Kepolisian Negara Republik Indonesia yang selanjutnya disingkat Polri adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Pasal 1 ayat 1 Perkapolri No 1 tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian tersebut merupakan gambaran bagaimana oknum kepolisian yang merupakan alat negara berkewajiban untuk menjaga dan mengawal ketertiban dan ketentraman negara agar tetap kondusif dan steril dari berbagai tindak kejahatan dalam bentuk apapun sehingga negara tetap dalam keadaan aman terkendali. Dalam mengemban amanat negara yang cukup besar tersebut tentunya awak polri harus memiliki legalitas kekuatan dalam setiap tindakannya sesuai pasal 5 ayat 1a-f Perkapolri No 1 tahun 2009 tersebut yang terdiri dari tahap 1 : kekuatan yang memiliki dampak deterrent /pencegahan, tahap 2 : perintah lisan, tahap 3 : kendali tangan kosong lunak, tahap 4 : kendali tangan kosong keras, tahap 5 : kendali senjata tumpul, senjata kimia antara lain gas air mata, semprotan cabe atau alat lain sesuai standar Polri, dan tahap 6 : kendali dengan menggunakan senjata api atau alat lain yang menghentikan tindakan atau perilaku pelaku kejahatan atau tersangka yang dapat menyebabkan luka parah atau kematian anggota Polri atau anggota masyarakat. Yang kesemua tahapan tersebut memiliki mekanismenya masing – masing dalam setiap pengambilan tindakannya yang diatur pada pasal – pasal selanjutnya Perkapolri tersebut. Khusus untuk hal ini kita akan membahas tentang Pasal 5 ayat 1f yakni tahap 6 yang mengatur penggunaan kekuatan tindakan kepolisian yang meliputi penggunaan senjata api bagi pihak kepolisian dalam menyelesaikan satu prilaku kejahatan yang dapat menimbulkan dampak yang berbahaya dan mengencam keselamatan personil Polri. Seperti kita ketahui bersama Polri yang diamanatkan untuk mengayomi dan menciptakan keamanan di kehidupan masyarakat di berikan hak untuk mempersenjatai diri termasuk dengan senjata api yang tentunya diperoleh dengan beberapa tahapan dan persyaratan demi menjaga substansifitas penggunaan. Namun legalitas penggunaan senjata api oleh aparat kepolisian bukan berarti tanpa aturan. Ada batasan-batasan yang mengatur penggunaan senjata api oleh personil polisi. Mereka tidak senantiasa dibenarkan menggunakan atau mengoperasikan senjata yang meraka miliki selama bertugas tanpa ada hal-hal yang memang mengharuskan mereka untuk menggunakannya seperti yang diatur dalam Pasal 7 ayat 2d Perkapolri No 1 tahun 2009 yang berisikan moment dimana mereka diperkenankan menggunakan senjata api seperti saat ada tindakan agresif yang bersifat segera yang dilakukan oleh pelaku kejahatan atau tersangka yang dapat menyebabkan luka parah atau kematian atau membahayakan kehormatan kesusilaan anggota Polri atau masyarakat atau menimbulkan bahaya terhadap keselamatan umum, seperti: membakar stasiun pompa bensin, meledakkan gardu listrik, meledakkan gudang senjata/amunisi, atau menghancurkan objek vital, dapat dihadapi dengan kendali senjata api atau alat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf f. Hal ini mengindikasikan sakralnya sebuah senjata api bagi seorang aparat polisi sehingga senjata api tersebut tidak harus senantiasa digunakan mereka dalam upaya menciptakan kondusifitas negara kecuali ada hal-hal tertentu yang memang mengharuskan mereka untuk menggunakannya seperti yang telah dijelaskan diatas. Selain itu meskipun sudah jelas diatur bagaimana prosedur penggunaan senjata api bagi polisi, namun bukan berarti setiap ada tindakan-tindakan yang mengancam keselamatan mereka atau orang lain yang dilakukan oleh pelaku tindak kejahatan, mereka juga tidak langsung dapat menggunakan kekuatan senjata api sebab mereka juga harus melihat situasi kejadian perkara sebelum mereka mengambil tindakan, seperti apakah jika tembakan dilepaskan tidak akan mengganggu keselamatan orang lain karena kejadian berada ditempat keramaian. Disini dituntut profesionalitas awak kepolisian dalam menyikapi berbagai masalah yang terjadi ditengah masyarakat yang tak mengenal waktu dan tempat. Makanya kalau kita boleh jujur sangat luar biasa peran dari kepolisian dalam menjaga kondusifitas kehidupan masyarakat yang selalu menuntut profesionalitas mereka dalam bekerja. Senjata yang Makan Tuannya Bagai pepatah yang menggambarkan bagaimana hal atau tindakan yang ditujukan kepada orang lain justru menimpah diri sendiri. Hal itulah yang belakangan ini sering dialami oleh aparat kepolisian dimana dalam menjalankan tugasnya senantiasa bertemankan dengan senjata api yang selalu setia kepada mereka dalam mengemban amanat negara untuk menciptakan keamanan dan ketentraman masyarakat. Amunisi Senjata api yang seyogyanya ditujukan kepada pelaku tindak kejahatan yang mengancam keselamatan polisi dan orang lain atau bagi mereka pelaku kriminal yang coba melarikan diri, kini seolah menjadi momok baru bagi personil polisi. Karena tidak hanya senjata api dari tangan pelaku tindak kejahatan saja yang saat ini mesti diwaspadai, tetapi juga senjata milik polisi sendiri juga sekarang butuh pengawasan dan kewaspadaan ekstra tinggi dalam penggunaanya. Bagaimana tidak, Amunisi-amunisi senjata milik polisi yang dulunya hanya menjadi boomerang bagi para pelaku kejahatan, kini justru sering salah target yang justru mengakibatkan sang empunya sendiri yang menjadi sasarannya. Belakangan banyak terjadi kasus kematian polisi yang dikarenakan tertembak senjata api milik sesama polisi. Kita masih ingat bagaimana kasus tewasnya Briptu Erik Setya Widodo, anggota Lantas Polsek Sukolilo, Polres Bangkalan pada awal bulan Agustus 2011 lalu yang dibunuh oleh Aiptu Soenarto yang juga anggota Provost Polri dan anaknya bernama Arif BS. Kasus ini bermula saat Aiptu Soenarto menangkap Briptu Erik yang dituduh melakukan pungutan di akses jalan Suramadu di wilayah Polres Bangkalan. Namun karena Briptu Erik merasa tak melakukan pemerasan dan pungutan, maka diapun melawan. Saat itulah kedua personil kepolisian itu terlibat adu mulut yang berakhir pada Aiptu Soenarto merebut senjata Briptu Erik dan kemudian mengeksekusinya di lokasi penangkapan di kawasan Suramadu pada 1 Agustus 2011 dengan 2 kali tembakan. Satu peluru luput dan satu peluru lainnya kena menembus punggung Briptu Erik. Kasus tewasnya aparat kepolisian akibat letusan senjata api yang dilakukan oleh sesama aparat kepolisian diperpanjang dengan peristiwa yang menimpa seorang anggota kepolisian yang sehari-hari bertugas di Mabes Polri, Bripda Farid Hamdani Baranuri, yang tewas diterjang peluru pistol rekannya. Kasus ini sedikit berbeda dengan kasus sebelumnya yang murni pembunuhan. Kasus ini sendiri diindikasi akibat kelalaian salah seorang personil polisi yang mengakibatkan nyawa rekannya sesama polisi melayang. Kasus ini bermula saat tersangka Bripda HB hendak bermain-main dengan mengarahkan senjata api jenis revolver Colt 38 ke arah kepala Bripda Farid. Senjata itu sendiri miliki rekan keduanya yaitu Briptu G, yang sedang mandi ketika terjadi insiden. Namun tanpa diduga ternyata revolver itu meletus dan sebuah peluru keluar lalu menembus badan Bripda Farid yang mengakibatkannya tewas. Bripda HB sendiri telah diproses di Divisi Propam (Profesi dan Pengamanan) Mabes Polri karena terbukti melakukan kelalaian yang mengakibatkan orang lain tewas sehingga dijerat pasal pidana 359 KUHP. Dia juga akan menjalani sidang kode etik sesuai yang disampaikan Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Rikwanto. Pasca kejadian tersebut, Insiden tragis tentang tewasnya polisi akibat terkena tembakan sesama polisi belum juga berhenti. Kasus tewasnya personil kepolisian akibat tertembak senjata polisi diperpanjang oleh insiden yang menimpa seorang personil kepolisian berpangkat Brigadir Satu yang juga merupakan Personel Direktorat Samapta Kepolisian Daerah Sumatera Utara, Briptu Leo Sitanggang. Persitiwa yang terjadi di Asrama Polisi di kawasan Padang Bulan, Medan pada 14 februari 2012 tersebut berawal ketika rekan korban yang merupkan Anggota Direktorat Sabhara Polda Sumatera Utara, Briptu Ikhsan Fuadi membersihkan senjatanya jenis SS1 (V2) setelah kembali dari tugas mengawal logistik ke Aceh. Tanpa disadari dalam senjata tersebut masih tersimpan sebuah peluru dan tiba-tiba tertembak ketika pelatuknya ditarik tanpa sengaja. Peluru tersebut mengenai mata sebelah kanan Briptu Leo Sitanggang dan tembus hingga ke bagian kepalanya sehingga menyebabkan personel Direktorat Samapta Polda Sumut itu tewas. Beberapa insiden diatas agaknya mengingatkan para personil kepolisian untuk lebih waspada dan berhati-hati dalam merawat dan menggunakan senjata api yang diamanatkan kepada mereka agar tidak beroperasi disaat yang tidak diinginkan dan berakibat fatal hingga tewasnya sesama polisi. Oleh sebab itu kesiagaan dan kecermatan selalu dituntut terutama kepada pihak kepolisian agar keamanan negara selalu konsdusif dan keselamatan kerja mereka senantiasa terjamin.

0 comments:

Posting Komentar