Salam Sada Roha

Welcome To Freedom Area *Human Love Human*

Minggu, 27 Mei 2012

Apresiasi Buat Polri

Oleh : Eka Azwin Lubis

Aksi unjuk rasa menentang kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) terus terjadi hampir diseluruh Indonesia. Setiap hari para demonstran terus menyuarakan keinginan mereka agar pemerintah urung melaksanakan niatnya untuk menaikan harga BBM yang hanya akan menambah beban hidup mayoritas masyarakat Indonesia yang notabenenya masih berada dibawah garis kemiskinan. Dari mulai kelompok Mahasiswa yang tergabung dalam beraneka ragam organisasi, belum lagi Organisasi Masyarakat yang semakin bartambah banyak jumlahnya menjelang kenaikan harga BBM ini, hingga mereka yang bersatu karena didasarkan persamaan pekerjaan. Aspirasi mereka semua sama, yakni menuntut pemerintah untuk menarik wacana menaikan harga BBM satu April mendatang. Seandainya BBM benar-benar naik, maka semua kebutuhan pokok termasuk tarif berbagai angkutan umum juga ikut melonjak harganya. Dampak yang dihasilkan dari naiknya harga BBM yang mulanya 4.500 rupiah menjadi 6.000 rupiah sangatlah sistemik. Sebab tidak bisa dipungkiri bahwa BBM merupakan satu hal yang urgen untuk menggerakan roda perekonomian bangsa. Pemerintah sendiri yang memiliki gagasan ini berdalih bahwa naiknya harga BBM bertujuan untuk menyelamatkan kas APBN karena harga minyak dunia saat ini sedang melambung tinggi, sehingga subsidi BBM harus dicabut agar kas negara tidak terancam habis karena terus digunakan untuk mensubsidi BBM. Konsolidasi antara pemerintah eksekutif yang dipimpin oleh presiden SBY dengan pemerintah legislatif pusat, menghasilkan mayoritas suara untuk mendukung kenaikan harga BBM. Praktis hanya beberapa fraksi oposisi saja di DPR yang menolak harga BBM untuk dinaikan. Sementara mayoritas fraksi koalisi dari pemerintah memilih setuju agar harga BBM dinaikan meskipun mereka paham bahwa akan ada banyak penolakan keras yang timbul seiring dicetuskannnya wacana tersebut. Benar saja, begitu wacana pemerintah untuk menaikan harga BBM diawal bulan April dipublikasikan, langsung mendapat respon keras berupa penolakan dari masyarakat dihampir seluruh penjuru negeri ini. Penolakan tersebut bahkan tidak jarang berakhir ricuh karena massa merasa pemerintah tidak welcome dalam merespon tuntutan mereka yang menolak naiknay harga BBM. Ditambah lagi kebanyakan pemerintah daerah yang menjadi targetan dari aksi massa didaerah menyatakan bahwa mereka tidak punya kewenangan untuk menolak atau juga mendukung kenaikan harga BBM yang diwacanakan oleh pemerintah pusat. Para pemimpin daerah justru berdalih bahwa bagaimanapun aksi yang terjadi didaerah masing-masing, mereka tetap tidak punya kemampuan untuk merubah kebijakan yang telah disepakatai ditataran pemerintahan pusat. Mereka hanya menyarankan agar para pengunjuk rasa bersedia menuliskan tuntutannya agar kemudian disampaikan kepada pemerintah pusat melalui pemerintah daerah untuk menjadi bahan evaluasi dalam menetapkan kebijakan menaikan harga BBM satu April. Sementara di Jakarta sendiri, tempat dimana Presiden sebagai pembuat kebijakan bermukim, aksi juga dilakukan secara masal di kantor-kantor pemerintahan bahkan di Istana Negara. Namun naas memang bagi rakyat Indonesia yang saat ini masih belum memiliki sosok seorang pemimpin. Sebab Presiden SBY yang hanya sekedar seorang pimpinan negeri ini justru tega meninggalkan Indonesia yang sedang mengalami gejolak. Beliau lebih disibukan untuk berkunjung ke China dan Korea Selatan bersama para Mahasiswa dan tokoh pemuda yang disinyalir sebagai upaya untuk meredam aksi massa yang lebih besar yang menolak kenaikan harga BBM. Aneh memang ketika negara sedang bergejolak kerana kebijakan yang dibuat pemerintah dan dikhawatirkan akan berdampak pada bertambah sulitnya perekonomian rakyat, Presiden yang merupakan kepala negara sekaligus kepala pemerintahan justru tidak ada ditempat untuk mendengarkan berbagai tuntutan rakyatnya. Sungguh satu hal yang ironis dimana sang pembuat kebijakan yang menentukan nasib rakyat banyak, harus pergi keluar negeri dengan meninggalkan rakyatnya yang meraung meminta belas kasihan dari pemerintahnya untuk tidak kembali menambah beban hidup mereka. Terlepas dari keanehan itu semua, jika kita mencermati berbagai aksi unjuk rasa untuk menolak kenaikan harga BBM yang terjadi hampir diseluruh daerah di Indonesia, ada satu hal yang urgen namun sering terlupakan oleh kita semua yakni peran aparat Kepolisian yang pada dasarnya tidak terlibat dalam membuat kebijakan untuk menaikan harga BBM, tapi justru menjadi benteng terdepan dari pemerintah untuk menghalau serbuan pengunjuk rasa yang menuntut agar harga BBM tidak dinaikan. Hal ini memang bukanlah sesuatu yang aneh mengingat tugas dan wewenang para korps baju cokelat tersebut adalah untuk menjaga ketertiban dan keamanan negara. Sehingga apabila ada aksi unjuk rasa yang terjadi, maka merekalah yang bertanggung jawab untuk menjaga keamanan dan ketertiban umum. Walau terkadang banyak fenomena yang menciderai citra kepolisian yang dilakukan oleh sebagian oknum polisi yang tidak bertanggung jawab sehingga menghilangkan simpati dari masyarakat akan kinerja mereka yang sebenarnya sangat berat dan penuh tanggung jawab. Terutama disaat-saat seperti ini, bagaimana meraka dituntut untuk bekerja ekstra dalam menjaga dan mengawal jalannya unjuk rasa dan mengantisipasi adanya tindakan anarkis dari pengunjuk rasa. Sehingga tidak salah jika kita memberi apresiasi yang setinggi-tingginya kepada aparat kepolisian yang rela ikut berpanas-panasan, berlelah letih, bahkan terkadang harus berlarian tunggang langgang menghindari amukan massa karena suasana unjuk rasa yang sudah sangat tidak kondusif. Tetap Siaga Meski Lelah Kata tersebut cocok dan nyata jika melihat apa yang dilakukan oleh aparat kepolisian dalam mengawal dan menertibkan pengunjuk rasa yang ingin menyampaikan tuntutan agar harga BBM tidak jadi dinaikan oleh pemerintah. Kita harus jujur menyatakan bahwa rasa lelah yang dirasakan oleh para pengunjuk rasa dalam menyampaikan aspirasinya kepada pemerintah, juga dialami oleh pihak kepolisian yang tetap siaga menjaga dan mengawal jalannya unjuk rasa. Sebab sebelum pengunjuk rasa datang kelokasi unjuk rasa dilakukan, personil kepolisian telah terlebih dahulu bersiaga menunggu massa yang ingin unjuk rasa datang. Begitu para pengunjuk rasa datang, maka kesiagaan mereka juga seketika ditingkatkan untuk mengantisipasi seandainya terjadi tindak anarkis dan bentrokan oleh pengunjuk rasa yang tidak puas karena tuntutan mereka yang tidak ditanggapi oleh pemerintah. Polisi juga merupakan pihak yang memediasi untuk mempertemukan pengunjuk rasa dengan pemerintah. Apabila pengunjuk rasa telah selesai menyampaikan aspirasinya dan kembali pulang ketempatnya masing-masing, aparat kepolisian masih tetap tinggal dan bersiaga ditempat unjuk rasa dilakukan untuk mengantisipasi apabila ada aksi susulan yang dilakukan oleh massa yang belum puas dengan aksi yang telah mereka lakukan sebelumnya. Hingga suasana benar-benar kondusif dan dipastikan tidak ada lagi aksi susulan, baru aparat kepolisian meninggalkan lokasi unjuk rasa. Caci maki dan hujatan tidak jarang tertuju pada mereka yang sebenarnya tidak memiliki peran dalam membuat kebijakan untuk menaikan harga BBM tersebut. Bahkan apabila massa yang ramai mulai emosi karena tidak ada pihak pemerintah yang mendengar aspirasi meraka, polisi lah yang kembali menjadi sasaran kemaran dari pengunjuk rasa yang tidak jarang pula berakhir pada bentrokan antara polisi dan massa. Sudah menjadi hal yang lumrah jika polisi bermohon atau kadang sedikit memelas kepada pengunjuk rasa agar tidak bertindak anarkis dalam menyampaikan aspirasinya. Namun permintaan tersebut sangat jarang digubris oleh pengunjuk rasa yang kecewa pada pemerintah dan akhirnya tetap melakukan tindakan-tindakan anarkis. Padahal kalau ditanya satu persatu tanggapan aparat kepolisian yang bertugas untuk mengawal unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM, mayoritas diantara mereka juga menolak kenaikan harga BBM ini. Karena meraka juga paham bahwa naiknya BBM tidak hanya akan dirasakan oleh sebagian orang saja, melainkan semua orang termasuk mereka aparat kepolisian. Namun sikap mereka yang melarang para pengunjuk rasa untuk bertindak anarkis merupakan tuntutan tugas yang mereka emban sebagai aparat yang harus bisa menciptakan keamanan dan kondusifitas umum meski dalam keadaan apapun. Sudah saatnya kita bijak dalam berfikir, polisi tidak selamanya menjadi satuan yang harus mendapat antipati dari masyarakat. Dan kita harus benar-benar berani jujur untuk mengapresiasi bagaimana peran mulia mereka dalam mengawal dan memediasi antara pengujuk rasa yang ingin menyampaikan aspirasinya dengan pihak pemerintah. Meskipun masih ada oknum-oknum polisi nakal terutama meraka yang bertugas di satuan lalu lintas dan sering menimbulkan fobia pada masyarakat karena tindakannya menilang ala damai ditempat sehingga membuat masyarakat hilang simpati terhadap polisi. Namun apresiasi akan kerja keras mereka sebagai garda terdepan untuk mengamankan, memediasi, dan menjadi sahabat setia yang selalu menemani para pengunjuk rasa dalam menolak naiknya harga BBM, harus kita berikan kepada pihak kepolisian.

0 comments:

Posting Komentar