Salam Sada Roha

Welcome To Freedom Area *Human Love Human*

Minggu, 24 Juni 2012

Tokoh Agama Harus Memiliki Perspektif HAM (Opini Analisa)


Oleh : Eka Azwin Lubis.
Bicara tentang Indonesia maka tidak bisa lepas dari fakta negara majemuk yang dihuni oleh bermacam ragam suku bangsa, budaya, keyakinan, bahkan agama. Itu artinya Indonesia yang tidak hanya memiliki satu orientasi yang sama dalam berbudaya, berkeyakinan, dan beragama, namun memiliki satu komitmen yang sama dalam menjalankan kehidupan bernegara karena dipersatukan oleh Bhineka Tunggal Ika didalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sebagai negara yang besar dan diisi oleh warga negara yang multikultur dan multietnis, bangsa kita selalu mendapat apresiasi dari negara lain karena mampu memelihara kedamaian dan kerukunan antar umat beragama didalam menjalankan kehidupan bernegara. Sikap saling menghargai dan toleransi yang tinggi menjadikan bangsa kita sebagai bangsa yang benar-benar menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan ditengah-tengah berbagai perbedaan yang ada. Bagi kita yang sadar hak asasi setiap manusia, tidak ada alasan untuk tidak saling menjaga hati dan perasaan saudara-saudara sebangsa kita yang berbeda agama, suku, maupun keyakinan demi terciptanya persatuan Indonesia sebagaimana yang telah diamanatkan dalam dasar idiologi Pancasila butir ketiga.
Kemajemukan yang ada di negeri ini mulai jarang menimbulkan konflik horizontal apalagi pasca reformasi tahun 1998 dimana penegakan hukum semakin dijamin oleh negara. Namun bukan berarti konflik horizontal akibat perbedaan agama dan keyakinan sama sekali tidak ada lagi pasca reformasi, karena kedewasaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia dalam menjalankan komitmen persatuan ditengah perbedaan masih belum menyeluruh. Terbukti dari masih adanya konflik-konflik yang didasari perbedaan agama maupun sudut pandang keyakinan seperti pengusiran dan pembakaran rumah yang menimpah kaum syiah di Madura, kekerasan terhadap pemeluk Ahmadiyah di Pandeglang, maupun konflik pembangunan Gereja GKI Yasmin di Bogor.
Hal ini menunjukan bahwa belum semua rakyat Indonesia mampu untuk membentengi dirinya dalam menjaga persatuan Indonesia yang didukung oleh sikap toleransi yang tinggi. Padahal negara kita sangat mengharapkan kuatnya penanaman nila-nilai toleransi dan saling menghargai yang dimiliki oleh semua bangsa Indonesia untuk menjaga kearifan bernegara ditengah perbedaan yang ada. Tanpa itu (toleransi) agaknya sulit untuk menjaga persatuan dan kesatuan dalam menjalankan kehidupan bernegara karena banyaknya perbedaan yang dimiliki oleh rakyat Indonesia.
Peran Tokoh Agama
Ada sosok-sosok yang sebenarnya cukup memiliki peran sentral dalam menanamkan dan menjaga nilai-nilai toleran dan sikap saling menghargai antar umat beragama dan berkeyakinan yang hidup dalam satu wadah dan saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Mereka adalah para tokoh agama yang merupakan pemuka agama dan dianggap sebagai orang yang memiliki kharisma dan dapat mempengaruhi umat karena petuah dan nasihat-nasihatnya sesuai dengan ajaran agama sehingga kebijakan-kebijakan yang dibuatnya dalam menyikapi masalah horizontal dengan sesama manusia termasuk masalah yang berkaitan dengan perbedaan yang ada ditengah-tengah masyarakat, sering menjadi acuan atau tolak ukur umat dalam melakukan tindakan.

Mereka mimiliki peran yang cukup signifikan dalam menentukan arah hidup bangsa, bahkan suka atau tidak suka kita harus berani akui bahwa perintah atau arahan dari tokoh agama cenderung lebih didengarkan oleh umatnya dari pada perintah atau arahan yang diberikan oleh pimpinan negara baik ditingkat pusat maupun daerah. Hal ini bukan sesuatu yang berlebihan, karena meskipun kehidupan berdemokrasi di Indonesia saat ini sudah jauh lebih melek dibanding demokrasi pada zaman sebelumnya karena pemimpin negara dipilih langsung oleh rakyat, namun kepercayaan yang diberikan oleh rakyat kepada tokoh agama sesungguhnya lebih besar dari pada kepercayaan yang diberikan kepada wakil-wakil rakyat yang duduk dikursi pemerintahan. Sehingga tidak jarang dalam membuat atau mengambil kebijakan, pemerintah sering melibatkan tokoh agama untuk dimintai tanggapan dan masukannya agar mereka mampu untuk menjadi ikon-ikon pemberi contoh kepada umat dalam menjalankan kebijakan yang dibuat.
Begitu vitalnya peran tokoh agama dalam menjalankan kehidupan bernegara yang penuh dengan kemajemukan sehingga dapat menjadi contoh kepada umatnya dalam menanamkan sikap toleransi dan saling menghargai atas berbagai perbedaan yang ada sesuai ajaran agama karena mereka memiliki suara yang masih didengar oleh semua umatnya dari berbagai kalangan sosial.
Ketidakdewasaan dalam Berkebijakan
Sama-sama telah kita ketahui melalui penjelasan diatas seberapa penting dan sejauh mana peran yang dimainkan oleh tokoh agama dalam mempengaruhi arah hidup bangsa karena kepercayaan umat yang ada pada mereka melebihi apa yang ada pada pemimpin negara sekalipun. Mereka dianggap sebagai orang-orang yang hampir luput dari dosa sehingga semua kebijakannya patut untuk diikuti dan ditiru agar tidak keliru dalam menjalankan kehidupan ini.
Namun yang harus lebih dicermati adalah apakah semua tokoh agama itu benar-benar murni dalam menyuarakan nasib umat dan menjadi jembatan penghubung antara perbedaan yang ada. Sebab jika adil kita berfikir, masih banyak para tokoh agama yang justru memiliki kepentingan tersendiri dalam memanfaatkan status sosialnya sebagai pemuka agama sehingga melupakan kepentingan umat secara berjamaah. Mereka cenderung menyuarakan keinginan pribadinya kepada pemerintah dan mengenyampingkan amanat kaumnya. Kejadian seperti inilah yang masih banyak muncul ditengah-tengah kehidupan kita dimana segelintir tokoh agama yang hipokrit tersebut justru memanfaatkan popularitasnya demi kepentingan pribadi.
Selain cenderung mengedepankan kepentingan pribadi, terkadang beberapa oknum pemuka agama juga melakukan kebijakan yang sangat kontradiksi dengan ajaran agama dimana arahan atau nasihat yang mereka berikan justru tidak menunjukan sikap toleransi dan saling menghargai antar sesama umat beragama. Tidak jelas kepentingan apa yang melatar belakangi mereka hingga membuat kebijakan yang demikian dangkal. Namun yang jelas kebijakan yang mereka ambil merupakan sesuatu yang akan dilakukan oleh kaumnya karena menganggap kebijakan tersebut bersumber dari orang-orang yang dapat dipercaya dan sesuai dengan koridor agama.
Seperti yang terjadi menjelang Pertemuan Internasional umat Konghucu di Medan pada tanggal 22 sampai 26 Juni 2012. Majelis Ulama Indonesia ( MUI ) yang merupakan organisasi bernaungnya para pemuka agama Islam, mengeluarkan kebijakan berupa penolakan terhadap terselenggaranya pertemuan Konghucu Internasional tersebut karena menganggap umat Konghucu yang hanya segelintir tidak pantas menggelar pertemuan di daerah yang dihuni oleh penduduk yang mayoritas beragama Islam.
Bahkan ada satu permintaan yang diutarakan oleh salah seorang Pengurus Daerah Muhammadiyah Medan kepada walikota dan kapolresta agar tidak memberikan izin rekomendasi terhadap acara yang akan dihadiri oleh tokoh-tokoh agama Konghucu dari berbagai belahan dunia tersebut. Apakah wajar permintaan tersebut dilakukan oleh seseorang yang merupakan tokoh agama dimana suaranya akan menjadi tolak ukur umat dalam bertindak.
Apakah beberapa tokoh agama tersebut belum memiliki perspektif HAM dalam membuat kebijakan sehingga apa-apa yang menjadi hak dasar orang lain justru mereka abaikan demi tujuan yang sangat kontradiksi dengan ajaran agama. Bukankah ini satu bentuk ketidakdewasaan tokoh-tokoh agama tersebut dalam mengambil kebijakan yang dapat mempengaruhi umat. Sikap toleransi antar umat beragama sangat tidak terlihat disana. Harusnya kita bangga dan mendukung umat Konghucu di kota Medan yang jumlahnya hanya segelintir namun mampu untuk menggelar pertemuan internasional sehingga menunjukan pada dunia luar bahwa kita benar-benar bangsa yang menghargai perbedaan sebagaimana yang diajarkan oleh nilai-nilai agama. Sikap toleransi yang kita tunjukan nantinya pasti juga akan mendapat apresiasi dari negara lain karena mereka menganggap kita benar-benar bangsa yang hidup ditengah perbedaan namun selalu menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia dalam kehidupan bernegara.***

Penilis adalah Kabid PTKP HMI FIS Unimed Dan Staf Pusham Unimed
Sumber : Analisa  Sabtu, 23 Jun 2012



0 comments:

Posting Komentar