Salam Sada Roha

Welcome To Freedom Area *Human Love Human*

Kamis, 14 Juni 2012

Pantaskah TNI Keluar Barak Lagi ?

Oleh : Eka Azwin Lubis


 Isu kenaikan harga Bahan Bakar Minyak ( BBM ) per satu April mendatang direspon dengan aksi penolakan diseluruh pelosok negeri oleh hampir semua elemen masyarakat yang merasa bahwa kenaikan harga BBM hanya akan menambah beban hidup rakyat yang selama ini sudah tertekan dengan himpitan kemiskinan. Sehingga ketika pemerintah mempunyai wacana untuk menaikan harga BBM menyusul kenaikan harga minyak dunia, dengan seketika pula rakyat beramai-ramai menolaknya. Mahasiswa kembali menjadi motor pergerakan dari aksi massa yang menolak kenaikan harga BBM yang menurut pemerintah juga dipicu oleh beberapa faktor selain kenaikan harga minyak dunia yakni ekonomi dunia yang saat ini juga sedang mengalami perlambatan sehingga berdampak pada target pertumbuhan ekonomi Indonesia yang awalnya ditetapkan 6,7% diubah menjadi 6,5%. Selain itu laju inflasi pada APBN 2012 yang mulanya ditetapkan 5%, akan terdorong naik dan diperkirakan mencapai 7%. Ditambah lagi nilai tukar rupiah yang awalnya berkisar Rp 8.800 per dolar saat ini sudah berkisar Rp 9.000 per dolar AS. Namun apapun alasan yang dilontarkan pemerintah sebagai jawaban dari aksi penolakan kenaikan harga BBM yang terjadi dimana-mana, agaknya hanya menjadi alasan usang sebagai apologi pembelaan yang tentunya tidak dapat diterima oleh masyarakat luas. Sehingga demonstrasi berkepanjangan terus dilancarkan oleh berbagai elemen masyarakat termasuk Mahasiswa sebagai upaya untuk mengurungkan niat pemerintah dalam menaikan harga BBM. Berbagai bentuk aksi penolakan dilakukan oleh masyarakat sipil dan Mahasiswa, dari mulai konsolidasi dan audiensi dengan pihak birokrasi seperti DPR yang membuat kebijakan menaikan harga BBM, mengirimkan surat kepada Presiden SBY sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan yang ikut berperan dalam membuat kebijakan menaikan harga BBM, aksi mogok makan dan jahit mulut sebagai upaya untuk mengundang simpati pemerintah agar tidak jadi menaikan harga BBM, hingga aksi yang paling akrab terjadi dikalangan mahasiswa dalam menyuarakan hak-haknya yakni turun kejalan dengan meneriakan suara anti penindasan. Terus kita saksikan baik secara langsung maupun melalui medai bagimana penolakan kenaikan harga BBM dengan aksi turun kejalan terus mewarnai bumi Indonesia setiap harinya diseluruh penjuru negeri. Teriakan menolak kenaikan harga BBM yang terus disuarakan seolah tiada henti. Seluruh organisasi kemahasiswaan dan organisasi kemasyarakatan bersatu padu dalam menggalang massa dan menyuarakan satu tekat untuk menolak kenaikan harga BBM. Jalanan raya dan kantor-kantor pemerintahan menjadi sasaran para demonstran yang kecewa dengan kebijakan pemerintah untuk menaikan harga BBM. Tidak sedikit kampus-kampus yang mengalami kelumpuhan dalam proses perkuliahan karena seluruh mahasiswanya ikut aksi untuk menyuarakan penolakan terhadap kenaikan BBM. Aparat kepolisian juga harus mandapat kerja tambahan setiap harinya untuk mengawal jalannya aksi demonstrasi yang dilakukan oleh masyarakat sipil dan Mahasiswa. Sehingga tidak jarang personil kepolisian yang senantiasa menjalankan tugas negara untuk mengawal ketertiban dan keamanan, harus menjadi sasaran para pengunjuk rasa yang kecewa dengan ditariknya subsidi BBM, namun anggaran untuk fasilitas anggota DPR tidak pernah dipangkas sebagai upaya meminimalisir pengeluaran APBN. Aksi saling dorong hingga berujung pada bentrokan antara demonstran dengan aparat kepolisian tidak jarang terjadi mewarnai unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM. Di Makassar, Mahasiswa yang menggelar aksi, membakar jalan tol dan mobil berplat merah yang merupakan mobil dinas pemerintahan. Bahkan di Medan aksi yang digelar Front Rakyat Sumatera Utara di kantor DPRD Sumut berakhir anarkis dan berujung ditahannya 37 pengunjuk rasa yang disinyalir menjadi provokator tindakan anarkis para demonstran. Didaerah lain aksi serupa juga tidak jarang berakhir pada tindak anarkis seperti pengrusakan fasilitas negara, penghancuran truk pengangkut BBM, hingga aksi saling pukul antara demonstran dengan polisi. Itu semua terjadi akibat kekecewaan masyarakat karena tidak adanya respon dari pemerintah dalam menanggapi tuntutan mereka yang menginginkan harga BBM tidak dinaikan. Sehingga lampiasan kekecewaan tersebut harus berujung dengan tindakan-tindakan anarkis. Polisi yang tidak tau menau dalam kebijakan menaikan harga BBM justru menjadi berisan terdepan yang harus melayani dan bersentuhan langsung dengan masyarakat yang kecewa dengan kebijakan Presiden yang mendapat persetujuan dari mayoritas fraksi yang ada di DPR. Hal ini dikarenakan polisi lah yang memiliki tugas untuk menjaga ketertiban dan keamanan negara meski dalam kondisi apapun. Sehingga suka atau tidak suka polisi harus tetap bersiaga dalam mengawal unjuk rasa yang terus menurus terjadi menjelang rencana kenaikan harga BBM satu april mendatang. TNI Kembali Berhadapan Dengan Demonstran Namun ada satu hal yang unik dilakukan oleh pemerintah dalam upaya mengamankan aksi penolakan kenaikan harga BBM. Polisi yang selama ini menjadi pihak yang bertanggung jawab penuh untuk mengawal dan mengamankan berbagai aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh masyarakat sipil maupun Mahasiswa, kini harus berbagi peran dengan personil TNI yang mendapat mandat dari pemerintah untuk keluar barak sebagai upaya membantu polisi untuk mengamankan jalannya aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM yang dianggap pemerintah sudah tidak lagi kondusif. Jika kita mengacu pada Undang – Undang Nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, pasal 7 ayat 1 yang menjelaskan tugas pokok dari TNI yakni menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. Dari penjelasan tentang tugas TNI tersebut kita menemukan satu kejanggalan yang dilakukan oleh pemerintah untuk melibatkan TNI dalam mengamankan aksi unjuk rasa oleh masyarakat yang menolak kenaikan harga BBM. Sebab sama-sama kita pahami bahwa tidak ada tindakan yang dilakukan oleh masyarakat dalam melakukan unjuk rasa menolak kenaikan harga BBM yang mengancam kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI. Apabila ada tindakan-tindakan yang dilakukan para pengunjuk rasa yang menggangu kondusivitas keamanan negara, bukankah sudah ada Polri yang bertugas untuk mengamankannya. Jangan sampai pemerintah berkuasa saat ini menyalahgunakan wewenangnya yang dikhawatirkan akan berakibat pada benturan-benturan yang kembali terjadi antara TNI dengan masyarakat seperti halnya tragedi 1998. Sebab pasca dicabutnya dwi fungsi ABRI yang memisahkan antara institusi Polri dan TNI, kedua lembaga ini memiliki tugas pokok dan fungsi yang berbeda. Keamanan dan kondusivitas negara adalah wewenang Polri dalam penegakannya. Sementara penegakan kedaulatan negara dan pertahanan keutuhan wilayah negara, merupakan tugas pokok dari TNI. Oleh sebab itu aneh rasanya jika TNI kembali harus dilibatkan untuk mengamankan aksi penolakan kenaikan harga BBM. Seperti yang dijelaskan diatas, bukan tidak mungkin tragedi kelam masa lalu tentang perseteruan antara pengunjuk rasa yang menuntut turunnya rezim Soeharto dengan personil TNI, akan kembali terulang apabila TNI kembali keluar barak untuk berhadapan dengan pengunjuk rasa untuk mengamankan kenaikan harga BBM.

Penulis : Kabid PTKP HMI FIS Unimed & Staf Pusham Unimed

0 comments:

Posting Komentar