Salam Sada Roha

Welcome To Freedom Area *Human Love Human*

Jumat, 26 Juli 2013

Negara Abai Hak Narapidana (Opini Pontianak Post)



Oleh : Eka Azwin Lubis
Menurut Pasal 1 ayat 7 Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, Narapidana adalah Terpidana yang Menjalani Pidana Hilang Kemerdekaan di LAPAS.  Meski berada dalam tahanan, bukan berarti narapidana tidak punya hak yang harus dijaga dan dihormati oleh setiap orang, sebab pada dasarnya semua narapidana yang ditahan karena melakukan tindak kejahatan merupakan manusia yang memiliki hak serta kewajiban sama di mata hukum sehingga tidak dapat dinafikan oleh siapapun dengan alasan status mereka yang seorang narapidana.
Pesoalan muncul manakala perspektif yang terbangun adalah setiap orang yang berstatus narapidana tidak layak untuk mendapatkan haknya secara utuh karena dia telah melanggar hak orang lain. Kerancuan berfikir inilah yang kemudian diamini oleh tindakan hukum yang dilakukan oleh para pemangku kewajiban dengan melakukan tindakan sesuka hati meraka terhadap narapidana.
Kasus yang paling hangat terkait keterancaman hak-hak narapidana selama menjalani masa tahanan terjadi di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Tanjung Gusta Medan ketika para narapidana ramai-ramai membakar lapas karena tidak adanya ketersediaan air dan listrik kepada mereka. Tentu permasalahan pembakaran lapas yang berakibat tewasnya 5 orang napi dan sipir serta kaburnya ratusan napi ini tidak hanya bermotif seperti yang dijelaskan di atas saja, ada permasalahan kompleks lain yang mendasari aksi brutal para napi yang kemudian membuat dunia hukum Indonesia tersontak atas apa yang terjadi di salah satu lapas terbesar di Indonesia ini.
Pengawasan yang super ketat dari para sipir lapas seolah tidak mampu meredam amukan napi yang merasa jengah dengan tindakan yang mereka alami sehingga muncul inisiatif untuk menyusun scenario yang berujung pada pembakaran lapas dan kaburnya ratusan napi dari tanjung gusta.
Wakil Menteri Hukum dan HAM, Denny Indrayana menyatakan bahwa kasus ini terjadi akibat over kapasitas di dalam lapas tanjung gusta. Lapas yang hanya mampu menapung sekitar seribu napi tersebut justru dihuni oleh sekitar 2500an napi. Minimnya ketersediaan tempat merupakan penyebab over kapasitas ini, sehingga suka atau tidak suka tempat yang ada harus dimaksimalkan untuk menampung para pelaku tindak kejahatan yang semakin hari jumlahnya semakin banyak dan tidak diikuti dengan perbaikan sarana yang memadai untuk menampung mereka.
Alasan ini tentu terlalu usang untuk dikonsumsi publik sebab sama-sama kita pahami bahwa harusnya tidak ada lagi alasan over kapasitas yang muncul setiap kali ada kasus kaburnya tahanan di lapas, sebab besarnya kucuran dana ke Kemenkumham agaknya cukup untuk menambah jumlah lapas dan memperbaiki setiap lapas yang kondisinya sudah sangat memprihatinkan.
Pemerintah tidak boleh tutup mata atas kejadian ini dan mencari kambing hitam serta segala alasan untuk memperbaiki diri, sebab apapun ceritanya, jika ada permasalahan yang terjadi di lapas maka Kemenkumham lah yang harus bertanggung jawab. Jika sudah tidak mampu mengemban amanah untuk mengurus hak asasi setiap manusia Indonesia, satu langkah bijak yang harus diambil oleh Menkumham adalah mengundurkan diri.
Pada prinsipnya mengurus HAM bukan sekedar jatah jabatan melainkan harus benar-benar profesional dalam mengemban amanah yang diberikan. Karena kurang profesionalnya Menkumham Indonesia saat inilah yang membuat rancuh kehidupan hukum dan HAM kita, sehingga apabila ada permasalah yang berkaitan dengan hukum dan HAM di negara ini, maka Wamenkumham jauh lebih aktif dan progresif dalam menyikapinya, sementara sang menteri hanya menjadi penyemangat dari belakang.
Jangan salahkan sipir lapas yang bekerja dengan penuh tekanan dari para napi yang mendapat kehidupan tidak layak selama berada dalam tahanan. Sipir yang mendapat gaji minim dari apa yang merka kerjakan kerap menjadi kambing hitam dari setiap apa yang terjadi di lapas, sementara di sisi lain mereka jugalah yang harus menanggung beban karena berhadapan langsung dengan narapidana yang terkadang tidak segan-segan menebar teror karena mendapatkan pelayanan yang jauh dari niali-nilai manusiawi.

0 comments:

Posting Komentar