Salam Sada Roha

Welcome To Freedom Area *Human Love Human*

Rabu, 04 September 2013

"Menteri Kok Nggak Hafal Indonesia Raya?" (Opini Analisa)


Oleh: Eka Azwin Lubis. Sejak duduk di bangku sekolah dasar kita semua pasti sudah dikenalkan dengan identitas bangsa mulai dari nama ibukota negara, nama-nama pahlawan, isi dasar negara pancasila, arti semboyan bhineka tunggal ika, hingga lagu Indonesia Raya yang menjadi lagu kebangsaan Indonesia agar terciptanya nilai nasionalisme dalam jiwa seluruh rakyat Indonesia sejak belia.

Ada pepatah klasik yang menyatakan bahwa lancar kaji karena diulang, agaknya hal tersebutlah yang menjadi pedoman guru-guru dan para orang tua kita dahulu untuk menanamkan nilai nasionalisme kepada anaknya sehingga kerap mengulang-ulang setiap apa yang berkaitan dengan identitas bangsa agar tidak keliru apalagi lupa dalam penerapannya di kehidupan sehari-hari.

Hal ini tentu wajar mengingat apa yang telah diperjuangkan oleh para pahawan bangsa dalam merebut kemerdekaan dan menciptakan berbagai simbol-simbol negara untuk menjadi pembeda antara Indonesia sebagai negara yang majemuk namun tetap memiliki jati diri sebagai negara yang menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan dengan negara lain di dunia, sehingga apa yang telah mereka perjuangkan dan ciptakan harus terus diamalkan oleh seluruh generasi penerus bangsa.

Namun ada satu hal yang unik terkait urgennya menghafal dan menghayati berbagai identitas bangsa yang sarat akan pesan moral dan makna tersebut karena di balik begitu gigihnya para guru kita dalam mengajari setiap anak didiknya di sekolah dasar untuk menghafal semua hal yang berkaitan dengan identitas bangsa seperti semboyan, dasar negara, pembukaan undang-undang dasar, hingga lagu kebangsaan.Ternyata hal tersebut terkesan menggelikan karena seorang Menteri di negara yang besar ini justru tidak hafal dengan pasti lagu Indonesia raya yang dahulu begitu dirindukan oleh seluruh pejuang bangsa untuk dapat dikumandangkan sembari berkibarnya sang saka merah putih.

Fenomena konyol ini terjadi saat laga sepakbola Liga Super Indonesia (LSI) antara Persib Bandung berhadapan dengan Persija Jakarta di stadion Maguwoharjo, Sleman (28/8) kemarin.

Laga yang sarat kontroversi karena kerap memicu bentrokan antara supporter kedua tim ini dihadiri oleh Menteri Pemuda dan Olahraga, Roy Suryo. Awalnya Roy Suryo hadir untuk mengundang terciptanya kedamaian antara bobotoh dan the jak yang sudah lama menjadi musuh bebuyutan, namun menjelang ditiupnya pluit kick off babak pertama dimulai, mantan anggota DPR dari fraksi Partai Demokrat ini diminta oleh panitia pelaksana pertandingan untuk memimpin lagu Indonesia raya.

Entah dengan dorongan semangat atau faktor keterpaksaan karena kewajiban sebagai pejabat negara, Roy Suryo memenuhi permintaan tersebut dan langsung memimpin semua orang yang ada di stadion termasuk pemain kedua tim untuk menyanyikan lagu Indonesia raya. Sial bagi kita seluruh rakyat Indonesia, ternyata seorang menteri yang berpredikat sebagai pakar telematika tersebut tidak hafal secara utuh lagu Indonesia raya yang kerap kita nyanyikan sejak duduk di bangku sekolah dasar.

Tentu sesuatu yang miris sekaligus memalukan melihat hal ini dapat terjadi, sebab jika kita menarik nalar kewajaran dimana setiap manusia pasti memiliki kekhilafan yang barang kali menimpa roy suryo saat memimpin lagu Indonesia raya kemarin, agaknya itu tidak bisa diterima dengan rasional mengingat doktrin yang sudah kita semua terima sejak kecil bahwa lagu kebangsaan harus dihafal mati dan kerap dikumandangkan setiap kali ada upacara nasional.

Lebih dari itu, jika Roy Suryo memang seorang yang profesional, tentu dia telah mempersiapkan secara matang segala hal agar tidak mempermalukan dirinya dan seluruh bangsa Indonesia meskipun dengan waktu yang relatif singkat.

Lalu apakah tidak adil jika kita mengambil kesimpulan dini bahwa itulah bentuk anggap enteng seseorang terhadap suatu simbol negara yang sejatinya begitu sakral karena penuh perjuangan dalam menciptakannya dan menjadi wibawa tersendiri bagi bangsa Indonesia di mata dunia.

Patriotisme Semu

Kita selalu dituntut untuk memiliki jiwa patriot sebagai wujud loyaitas kita terhadap negara ini dan sebagai upaya menimbulkan rasa bela negara yang tidak boleh terkikis sampai kapanpun, namun para petinggi negara yang konon selalu melekatkan dirinya sebagai sosok yang mampu mengayomi dan memberi contoh kepada seluruh rakyat Indonesia yang majemuk ini justru menyepelekan hal-hal penting seperti yang dilakukan oleh Roy Suryo.

Sebelumnya kita juga pernah menyaksikan Megawati yang sedang melakukan debat kandidat untuk menjadi presiden Indonesia tahun 2009 lalu yang salah menyebutkan letak teritorial Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan penuh keyakinan megawati memaparkan visi dan misinya dalam memimpin negara ini jika terpilih menjadi presiden ke depannya. Beliau menyatakan sebagai negara yang besar dan memiliki posisi yang strategis karena diapit oleh dua  samudera hindia dan pasifik serta dua benua asia dan amerika, Indonesia dapat menjadi roda perekonomian dunia.

Tentu dengan seketika penjelasan megawati ini mengundang bahak tawa dari semua orang yang menyaksikan acara tersebut karena dia yang punya ambisi untuk memimpin negara ini justru tidak mengerti keadaan Indonesia secara utuh, apalagi hal tersebut tergolong sangat sepele.

Banyak lagi hal-hal memalukan terkait tidak hafalnya para pejabat negara dengan identitas bangsa. Setiap menjelang hari besar nasional seperti sumpah pemuda, pasti akan ada tayangan yang memperlihatkan wawancara kepada beberapa anggota DPR sembari mempertanyakan perihal isi dari sumpah pemuda tersebut. Dengan suara lantang layaknya wakil rakyat yang harus ditiru oleh rakyatnya, mereka menyebutkan satu persatu isi sumpah pemuda secara berantakan yang tanpa disadari telah menelanjangi harga dirinya sendiri karena mempertontonkan kebodohannya di mata publik.

Semoga kita semua dapat belajar dari apa yang dilakukan oleh Roy Suryo dan tokoh negara lain yang memiliki pengetahuan dangkal terkait identitas bangsa bahwa menyepelekan suatu hal urgen akan memperlihatkan kapasitasnya sebagai pejabat negara yang tidak pantas untuk menjadi contoh apalagi teladan.***

Penulis adalah Staf Pusham Unimed dan Peserta PPL di SMP Karya Serdang Lubuk Pakam.

0 comments:

Posting Komentar