Salam Sada Roha

Welcome To Freedom Area *Human Love Human*

Senin, 19 November 2012

Nasib Guru Honorer (Opini Medan Bisnis)


 Oleh : 
Eka Azwin Lubis

PROFESI guru dan dosen adalah bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme. Memiliki komitmen meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai bidang tugas, memiliki kompetensi sesuai bidang tugas, memiliki tanggungjawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan.
Pasal 7 ayat 1a-e UU Nomor 14/2005 tentang Guru dan Dosen itu menegaskan, bagaimana seharusnya keprofesionalan guru dan dosen diapklikasikan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Jika kita lihat bagaimana realita saat ini tentang guru yang mengabdikan dirinya sebagai tenaga pendidik, keadaan hidupnya sangat jauh dengan jasa yang mereka lakukan.
Namun itulah yang menjadi satu nilai lebih bagi seorang guru. Mereka tidak pernah menjadikan hal itu sebagai alasan klasik berhenti mengabdikan dirinya sebagai mentor, fasilitator, bahkan motivator bagi seluruh muridnya tanpa memandang golongan dan latar belakang mereka. Meskipun terkadang hal mulia yang mereka lakukan jarang berbalas dengan respon positif dari pihak-pihak yang bertanggung jawab akan kesejahteraan hidup mereka.
Namun itulah yang namanya pengabdian yang ditempah untuk mendedikasikan masa hidupnya sebagai tenaga pendidik. Panggilan jiwa yang tertanam kuat dalam diri para guru muda tersebut, mengantarkan mereka untuk berjumpa dengan anak-anak di daerah terluar Indonesia itu yang selama ini haus akan pendidikan.
Seperti kisah Philipus Ratuhurit, guru honorer selama 15 tahun di Desa Saengga, Kecamatan Babo, Manokwari. Saengga adalah salah satu desa terpencil di pedalaman Papua. Rumahnya dari bambu ukuran 2 x 3 m sebatas menginap dan memasak serta menyiapkan materi sekolah. Jika bukan karena profesinalitas dan rasa tanggung jawab sebagai mahluk yang diciptakan Tuhan untuk membantu manusia lain menjadi cerdas, tentu mereka tidak akan pernah bertahan dengan keadaan itu.
Nasib tragis juga pada guru di kota. Para guru honorer misalnya, hanya memiliki penghasilan tidak lebih banyak dibanding tukang becak kayuh sekalipun. Jika dibandingkan pendapatan tukang kayuh becak dengan pendapatan gaji guru honor, jauh lebih besar pendapatan tukang becak.
Sebab saat ini, masih banyak guru honorer hanya mendapat upah rata-rata Rp 700 ribu. Itupun bisa diambil tiga bulan sekali. Jadi jika kita bagi Rp 700 ribu dengan 30 hari, berarti sekitar Rp 20 ribu/hari. Sedang tukang kayuh becak bisa mendapatkan Rp 30-50 ribu/hari. Padahal setiap tahun 20% dana APBN disalurkan ke dunia pendidikan.
Korban Target Kelulusan
Jika memasuki Maret yang merupakan awal persiapan menyambut Ujian Nasional (UN), pekerjaan para oknum guru juga otomatis bertambah. Tidak hanya memberi pelajaran ekstra kepada para peserta didik yang mempersiapkan diri mengikuti UN, tetapi juga melobi kesana-kemari untuk mendapat bocoran soal UN  demi target kelulusan 100%.
Oknum gurulah yang menjadi korban dari semua ini. Perjuangan mereka untuk mendidik para siswa selama tiga tahun untuk jenjang SMP dan SMA, terkesan sia-sia apabila ada siswa yang tidak lulus akibat UN. Sadar atau tidak, kecurangan itu merupakan dampak dari ketidak efektifan sistem pendidikan Indonesia.
Oknum guru yang menjadi barisan terakhir yang bersentuhan langsung dengan perbuatan yang seperti ini juga harus sadar bahwa ketidaktahuan mereka dengan cara memberikan jawaban pada saat UN merupakan boomerang nyata bagi kehidupan bangsa yang akan dipenuhi dengan manipulasi dan kecurangan sebab dari kecil para siswa sudah diajari dengan kecurangan dalam menggapai hasil kelulusannya.
Yang perlu diketahui oleh para guru adalah biarkan saja para siswa mengerjakan UN semampu mereka. Toh apabila pada akhirnya hasil yang didapat adalah banyaknya siswa yang tidak lulus akibat UN, ini bukanlah salah mereka, namun hal ini merupakan Pekerjaan Rumah sendiri bagi Kemendiknas untuk mengevaluasi sistem kelulusan yang selama ini mereka terapkan memang tidak efektif. (Eka Azwin Lubis)

Penulis adalah Kabid PTKP HMI FIS dan Staf Pusham Unimed

0 comments:

Posting Komentar