Salam Sada Roha

Welcome To Freedom Area *Human Love Human*

Sabtu, 02 Maret 2013

Jangan Kebiri Hak Anak (Opini Galamedia)

 Oleh : Eka Azwin Lubis
PERLINDUNGAN anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera.

Pasal 3 Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak tersebut bermaksud agar segala bentuk hak mendasar yang dimiliki oleh setiap anak Indonesia harus senantiasa dilindungi dan mendapat pengakuan hukum secara universal. Sebab seandainya hak-hak anak Indonesia diabaikan oleh siapapun maka dampak yang paling urgen adalah buruknya kualitas sumber daya manusia Indonesia kedepan, karena sejak kanak-kanak tidak ada jaminan akan ketentuan hidup mereka.

Oleh sebab itu pemerintah merasa perlu untuk membuat satu aturan baku demi terwujudnya jaminan hukum tentang perlindungan anak yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang memiliki tujuan mendasar untuk non diskriminasi, kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan, dan penghargaan terhadap pendapat anak. Maksud yang dijabarkan seiring dengan disahkannya Undang-Undang tersebut adalah tidak ada lagi kesenjangan sosial yang dialami oleh anak dalam menyongsong hari depannya dan perlindungan hak-hak mereka dijamin oleh pemerintah sehingga mereka mendapat apa yang terbaik dalam kehidupannya.

Cita-cita mulia tersebut diharapkan dapat diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa sehingga setiap anak Indonesia mendapat perlindungan atas hak kodrati mereka sebagai anak. Aparatur Pemerintah yang memiliki kewenangan dalam menerapkan dan menjalankan aturan ini juga dituntut melakukan kontrol sosial agar undang-undang ini dapat diaplikasikan dan diterima oleh seluruh rakyat Indonesia. Selain itu orangtua juga harus andil dan berperan aktif mendidik sang anak untuk memahami hak-hak dasar sebagai seorang anak. Karena keluargalah yang menjadi wadah pertama seorang anak mendapatkan ilmu secara in formal.

Namun realita yang terjadi saat ini justru berbeda, dimana dalam penerapan Undang-Undang tersebut tidak sesuai dengan apa yang ada di dalam pasal UU No 23 tahun 2002. Sebab jika kita tinjau lebih dalam ternyata pemerintah belum serius untuk menjalankan amanat aturan yang mereka buat demi kemaslahatan kehidupan anak Indonesia.

Hal ini dapat dibuktikan dari banyaknya kasus-kasus yang menimpa anak Indonesia yang seharusnya mendapat perhatian ekstra dari semua lapisan mayarakat dan pemerintah. Anak yang seyogyanya merupakan bagian terpenting dalam membentuk karakter bangsa dimasa depan selalu dibenturkan dengan masalah-masalah berat dalam kehidupan mereka. Padahal anak-anak inilah yang akan meneruskan tongkat estafet kehidupan berbangsa. Sehingga seandainya mental anak yang selalu dibenturkan dengan berbagai kasus yang belum pantas untuk mereka alami, akan menjadi boomerang bagi negara ini karena memiliki generasi muda yang bermental buruk akibat pola pikir yang senantiasa terkontaminasi dengan hal-hal yang mengguncang nalar berfikir mereka.

Maka hal inilah yang sebenarnya harus mendapat perhatian khusus, tidak hanya oleh pihak pemerintahan tetapi juga semua elemen masyarakat yang memiliki kewajiban kontrol sosial dan bersentuhan langsung bagi tumbuh kembang psikologis anak. Sebab seandainya hal urgen ini tidak diimbangi dengan kerjasama yang baik antara pemerintah dan orangtua, bukan tidak mungkin hal-hal yang kita takutkan seperti penjabaran diatas akan terjadi di Indonesia. Apalagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah mengglobal sehingga dapat dirasakan juga oleh anak-anak Indonesia terkadang tidak sesuai dengan taraf kemampuan berfikir mereka yang belum mampu memfilter mana yang akan membawa dampak negatif dan positifnya terhadap mereka. Pihak pendamping dalam hal ini orangtua juga belum mampu untuk memberikan arahan terhadap anaknya sehingga benar-benar siap untuk memanfaatkan hal itu sebagai satu energi positif dalam kehidupanya.
Anak kelompok rentan pelanggaran HAM

Untuk melindungi hak-hak anak yang kerap terancam karena mereka merupakan salah satu kelompok rentan pelanggaran HAM, Indonesia membuat Komisi Perlindungan Anak Indonesia yang tentunya diharapkan menjadi wadah perlindungan terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dialami oleh anak Indonesia. Sebab saat ini menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah tercatat sedikitnya terjadi 700 kasus pidana yang mengancam 6.000 anak-anak. Hal ini kebanyakan disebabkan oleh kekurang pedulian orangtua dalam memberikan pemahaman yang merupakan hak mereka untuk mengetahui tentang mana hal yang baik dan mana hal yang tidak baik.

Masih jelas betul dalam ingatan kita bagaimana tersangka pencurian sandal AAL yang masih duduk dibangku SMK harus divonis bersalah oleh Pengadilan Negeri Kota Palu, Sulawesi Tengah karena mencuri sepasang sandal. Meskipun saat ini telah dikembalikan kepada orangtuanya namun status yang ia sandang tetaplah seorang tahanan luar dan harus menjalani pembinaan dilingkungan keluarga oleh orangtuanya yang menyatakan kesanggupannya dalam membina sang anak. Memang harus diakui pula perbuatan yang dilakukan oleh AAL bukanlah tindakan yang dibenarkan oleh hukum sehingga Komnas Perlindungan Anak Indonesia pada dasarnya sangat mengapresiasi putusan hakim yang menyatakan AAL dikembalikan kepada orangtua. Sehingga mereka juga menganjurkan kepada seluruh orangtua untuk lebih memberikan edukasi tentang saling menjaga lingkungannya. "Substansinya orangtua mengajarkan anak untuk tidak mengambil apa yang bukan haknya," jelas Ketua KPAI, Maria Ulfah Anshor.

Oleh sebab itu mari kita sama-sama mengembalikan hak-hak anak yang selama ini seolah hilang seiring kurang aktifnya orangtua dalam mendidik anak secara in formal dan kurang efektifnya pemerintah dalam menerapkan aturan yang ada. Agar kedepannya anak Indonesia menjadi anak-anak yang benar-benar siap untuk melanjutkan cita-cita bangsa.
(Penulis, Kabid PTKP HMI FIS dan Staf Pusham Unimed)**

0 comments:

Posting Komentar