Salam Sada Roha

Welcome To Freedom Area *Human Love Human*

Selasa, 26 Februari 2013

Hak Atas Pendidikan Bagi Anak Jalanan (Opini Bangka Pos)



 Setiap orang berhak memperoleh pendidikan. Pendidikan harus dengan cuma-cuma, setidak-tidaknya untuk tingkatan sekolah rendah dan pendidikan dasar. Pendidikan rendah harus diwajibkan. Pendidikan teknik dan kejuruan secara umum harus terbuka bagi semua orang, dan pendidikan tinggi harus dapat dimasuki dengan cara yang sama oleh semua orang, berdasarkan kepantasan. 
Pasal 26 ayat 1 DUHAM PBB tahun 1948 tersebut merupakan landasan konstitusi yang dipakai secara universal oleh semua bangsa di dunia untuk menjamin perwujudan dan pelaksaan hak atas pendidikan bagi semua orang tanpa terkecuali. Karena pendidikan merupakan salah satu hak mutlak yang harus dipenuhi oleh negara terhadap seluruh rakyatnya sehingga diharapkan tercipta kehidupan berbangsa yang cerdas lagi berpengetahuan.
Indonesia agaknya juga sadar akan hal ini sehingga menjadikan pendidikan sebagai hal yang urgen dan perlu untuk dipenuhi akan keberadaannya kepada seluruh rakyatnya. Selain telah meratifikasi International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR) kedalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2005 tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya yang didalamnya mengatur hak atas pendidikan, dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan landasan konstitusi bangsa, hak atas pendidikan juga diatur dan dijamin keberadaannya oleh negara seperti yang tertuang dalam Pasal 31 UUD 1945.
Hal ini memperkuat isi preambule UUD 1945 yang menyebutkan bahwa salah satu tujuan bangsa Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, yang dengan kata lain dapat diartikan bahwa hak akan pendidikan benar-benar dijamin keberadaanya secara mutlak oleh negara sehingga tercapailah apa yang menjadi cita-cita bangsa seperti yang tertuang dalam preambule dasar konstitusi negara tersebut.
Pemerintah sebagai awak yang menakhodai jalannya negara memiliki andil yang sangat signifikan atas terwujudnya pendidikan yang merata bagi seluruh rakyat Indonesia. Sebagaimana yang tercantum dalam pasal 11 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang pendidikan yang menyatakan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.
Bukan hanya mereka yang berada dikalangan menengah keatas saja yang berhak untuk mengenyam manisnya dunia pendidikan, namun semua warga negara Indonesia juga berhak untuk merasakan nikmatnya berpengetahuan dan menjadi orang yang berpendidikan. Tidak ada diskriminasi akan pencapaian hak atas pendidikan sebagaimana yang tertulis diatas. Sebab semua orang memiliki kedudukan yang sama dimata hukum untuk mendapat pendidikan tanpa memandang strata sosial dan latar belakangnya karena negara dengan tegas telah menjamin hal tersebut.
Oleh sebab itu, dalam konstitusi juga dijelaskan bahwa negara menganggarkan dana  yang cukup besar pula untuk dunia pendidikan demi terpenuhinya hak atas pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam pasal 31 ayat 4 UUD 1945 dijelaskan bahwa Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.
Hal ini bukanlah sesuatu yang aneh mengingat untuk menjamin terwujudnya hak atas  pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia, tentunya memerlukan dana yang sangat besar. Sehingga wajar jika negara memprioritaskan 20% dana APBN untuk dunia pendidikan. Semua pihak agaknya merasa maklum dengan hal ini karena kita semua menyadari memang sudah menjadi sesuatu yang lumrah bahwa negara memerlukan dana yang besar untuk dikucurkan demi terpenuhinya salah satu tujuan negara yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dengan cara memberikan pemenuhan hak atas pendidikan secara merata.
Kaum Yang Terlupakan
Namun  cita-cita mulia negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa secara menyeluruh tersebut agaknya belum dapat terealisasi dengan optimal. Terbukti hingga saat ini masih banyak rakyat Indonesia yang berparadigma bahwa pendidikan sebagai sesuatu yang hanya menjadi hak sebagian golongan saja. Sementara sebagian lainnya masih merasa pendidikan bukanlah bagian dari hidup mereka meskipun pemenuhannya telah dijamin oleh negara.
Salah satu contoh nyata adalah mereka anak-anak yang masih berusia produktif yang harusnya berada dibangku sekolahan, justru hidup seliweran dijalanan untuk mencari makan. Mengamen, mengemis, bahkan mencopet, merupakan agenda rutin yang harus mereka lalui untuk mengisi hari-harinya. Dunia pendidikan seolah menjadi hal yang tabuh bagi mereka karena tidak adanya perhatian dari pihak manapun termasuk pemerintah untuk memperkenalkan dunia yang seharusnya mereka tempati diusia mereka yang relatif masih belia.
Tanggung jawab sosial dari pemerintah akan pendidikan bagi seluruh rakyat Indonesia seolah nihil jika kita melihat banyaknya anak-anak negeri ini yang justru hidup dijalanan dan memilih untuk mencari uang karena tidak adanya perhatian yang maksimal dari mereka yang memiliki tanggung jawab akan pendidikan bagi anak-anak jalanan tersebut.
Dengan begini peran aktif dari pemerintah untuk memenuhi hak atas pendidikan bagi anak jalanan ini sangat dibutuhkan aplikasi realnya, karena kucuran anggaran yang cukup besar dari dana APBN untuk dunia pendidikan tersebut jika dikelola dengan baik pasti akan ,mampu menjamin pemenuhan pendidikan bagi semua rakyat Indonesia yang berada diusia 18 tahun kebawah yang merupakan usia produktif untuk mengenyam dunia pendidikan.
Kucuran dana APBN yang sangat besar juga ternyata belum mampu dikelola dengan baik dan maksimal oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan hak atas pendidikan termasuk bagi anak-anak jalanan. Hidup mereka ternyata belum dijamin oleh negara secara mutlak sebagaimana yang dijelaskan dalam pasal 34 ayat 1 UUD 1945 yang menyatakan Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara. Sebab jangankan untuk mendapat kesejahteraan dan penghidupan yang layak, untuk mendapat hak atas pendidikan yang telah diatur dalam DUHAM PBB sekalipun mereka tidak mampu.
Sungguh hal yang ironis mengingat salah satu tujuan negara yang terdapat dalam preambule UUD 1945 yang menjadi dasar konstitusi Indonesia yakni mencerdaskan kehidupan bangsa hanya akan menjadi satu mimpi yang utopis. Karena yang terjadi adalah pendidikan hanya menjadi hak mereka yang memiliki uang dan mengenyampingkan hak mereka yang hidup dijalanan dan tidak memiliki dana untuk membeli mahalnya ilmu yang ditawarkan dalam dunia pendidikan.
Hanya waktu yang akan menjawab pertanyaan klasik yang hingga kini belum jua menemui jawaban meskipun berbagai aturan telah dibuat. Apakah semua itu hanya menjadi simbolis bagi negara ini kepada dunia luar agar mengaggap bangsa kita merupakan bangsa yang menjamin secara mutlak hak atas pendidikan walaupun realita yang terjadi ternyata sangat memprihatinkan. Teori memang tak selamanya semanis realita. 
Sumber : Bangka Pos, 26 Februari 2013

0 comments:

Posting Komentar