Meski pemilihan gubernur sumatera utara masih sekitar satu tahun
lagi, namun sudah banyak bakal calon gubernur yang mulai memperkenalkan diri
mereka kepada masyarakat sumatera utara. Beragam cara yang mereka lakukan agar
namanya akrab di telinga masyarakat. Mulai dari baliho dan spanduk dengan
berbagai ukuran yang bertebaran dihampir seluruh penjuru provinsi ini. Hingga
kegiatan-kegiatan sosial yang mereka ikuti sebagai wadah bagi meraka untuk
dapat terjun langsung ke lapangan dan bertemu dengan masyarakat.
Selain itu media agaknya juga dimanfaatkan oleh beberapa orang
bakal calon ( balon ) tersebut untuk mempromosikan nama mereka hingga
masyarakat tidak lagi merasa asing dengan kinerja mereka. Setiap hari
diberbagai surat kabar lokal pasti selalu ada pemberitaan yang mengabarkan
tentang berbagai kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing balon. Terlepas
dari benar atau tidaknya setiap pemberitaan tersebut,
yang jelas semakin hari nama mereka semakin akrab dengan
masyarakat. Karena hal tersebutlah yang memang mereka inginkan agar disaat
pemilihan gubernur sumatera utara (pilgubsu) nanti suara yang mereka harapkan
dari masyarakat sumut tidak lari dari perkiraan.
Hal tersebut bukanlah sesuatu yang salah sebab menurut peraturan
yang berlaku, setiap orang berhak memperkenalkan diri mereka masing-masing
kepada masyarakat umum selama tidak membawa misi dan visi tertentu mengenai
program yang mereka tawarkan apabila terpilih menjadi gubernur sumut nantinya.
Apalagi di era reformasi yang telah menjamin kebebasan
berdemokrasi yang lebih mapan, tidak ada seorangpun yang dapat dihalangi
caranya untuk menyapa masyarakat secara luas terlepas dari apapun niatannya.
Hal tersebutlah yang semakin dimanfaatkan oleh para balon gubsu tersebut untuk
semakin mendekatkan diri mereka kepada masyarakat sumut yang akan menentukan
pemimpinya kedepan.
Namun meski begitu, kebebasan yang telah dijamin oleh konstitusi
tersebut harus tetap dijaga dengan baik oleh para balon gubsu dan tim suksesnya
masing-masing. Mereka harus tetap didalam koridor aturan yang ada dan yang
paling penting adalah jangan sampai cara yang mereka lakukan dalam
mensosialisasikan diri mereka kepada masyarakat justru mengganggu balon yang
lain. Kesantunan dan nilai toleransi harus tetap dikedepankan oleh mereka yang
punya niatan untuk menjadi gubsu dalam bersosialisasi.
Sebab sama-sama kita pahami bahwa inilah saat-saat yang paling
riskan bagi seseorang dalam mencari popularitasnya dimata masyarakat. Berbagai
cara coba dikerahkan agar masyarakat menaruh simpati yang begitu dalam kepada
mereka. Sehingga tidak jarang ada cara-cara yang kurang santun muncul manakala
mereka sedang mempublikasikan diri mereka. Hal tersebut bukanlah sesuatu yang
mengada-ada, sebab sudah menjadi rahasia umum bagaimana seseorang yang ingin
mendapatkan simpati dan dukungan dari masyarakat, selalu berlaku layaknya orang
yang paling sempurna dan paling mengerti tentang nasib rakyat. Sembari
menunjukan berbagai kebajikan yang telah dilakukan, mereka juga mencoba
menyudutkan calon-calon yang lain agar kehilangan pamor dimata masyarakat.
Banyak cara dan isu yang siap ditebar kepada masyarakat umum
untuk menghilangkan pamor seseorang yang menjadi saingan politik mereka demi
kekuasaan yang diincar. mungkin saja berita buruk yang mereka sampaikan kepada
masyarakat mengenai sosok dan sepak terjang lawannya jika terpilih menjadi
gubernur nanti benar adanya, namun hal tersebut bukanlah suatu tindakan yang
profesional untuk dilakukan oleh seorang calon pemimpin.
Harusnya biarkan saja masyarakat yang menilai tanpa harus di
intimidasi dengan isu-isu negatif mengenai balon-balon yang lain. Sebab
demokarsi yang kita jalankan sekarang bukanlah demokrasi yang penuh dengan intrik intimidasi. Sikap fair dalam berpolitik termasuk bagaimana
cara dalam mensosialisasikan diri kepada masyarakat harus tetap dijunjung
tinggi oleh balon-balon yang siap bersaing menuju pilgubsu 2013 mendatang.
Latar Belakang Masih
Menjadi Jualan Politik
Hidup ditengan kemajemukan bukan berarti menjamin sikap
toleransi yang tinggi. Sebab perbedaan yang ada masih kerap dijadikan masalah
urgen dalam berbagai hal termasuk yang berkaitan dengan dunia politk.
Sumatera utara bukanlah daerah yang memiliki golongan mayoritas.
Meskipun kerap diklaim sebagai wilayahnya suku tertentu, namun harus dipahami
bahwa sebenarnya jumlah suku yang ada di sumut ini hampir-hampir berimbang
jumlahnya. Mungkin disebagian daerah ada suku tertentu yang mendominasi
jumlahnya, namun didaerah lain belum tentu suku tersebut memiliki jumlah
penduduk yang lebih banyak diketimbang suku yang lainnya.
Begitu juga dengan agama, sumut merupakan daerah yang plural
apalagi jika berbicara tentang kehidupan beragama. Semua agama yang diakui oleh
pemerintah keberadaannya, terdapat di sumut meskipun jumlahnya tidak berimbang.
Namun setidaknya hal tersebut sudah menggambarkan bagaimana warna perbedaan
yang ada disini begitu kental adanya.
Meskipun begitu, hingga saat ini latar belakang suku, agama, dan
ras ( SARA ) masih saja tetap dikedepankan untuk mencari popularitas. Rasa
primordial yang begitu kental hampir tidak bisa dipisahkan dari sifat bangsa
ini termasuk dalam memilih pemimpin. Meskipun hidup ditengah perbedaan, namun
kerap isu sara tetap menjadi jualan paling laku dalam mencari simpati
masyarakat dan menjatuhkan pamor orang lain dimata masyarakat juga.
Hal ini sangat erat kaitannya dengan pilgubsu yang akan segera
digelar kurang lebih satu tahun kedepan.. Demi mendongkrak popularitas dan
mencari simpati dari masyarakat, tidak jarang cara yang kurang profesional
dengan mengedepankan isu sara tersebut dilakukan oleh mereka yang akan bersaing
memperebutkan kursi sumut 1 nantinya.
Oknum yang tadinya hampir tidak pernah mengenakan marga
dibelakang namanya, kini justru mengenakan marga sebagai penguat identitas
dirinya yang merupakan orang sumut. Tindakan tersebut memang bukanlah sesuatu
yang keliru. Namun jika kita cerdas menyikapinya, hal tersebut merupakan cara
seseorang yang ingin menjadi gubsu dengan menggunakan simbol-simbol golongan.
Harusnya mereka berani tampil apa adanya, biarkan masyarakat
yang menilai bagaimana kinerja mereka selama ini tanpa harus diikuti dengan
simbol-simbol kelompok atau golongan dalam menarik simpati masyarakat tersebut.
Sebab jika dari sekarang kita sudah disajikan dengan cara-cara
yang terkesan menjurus pada primordial golongan, dikahawatirkan kedepannya para
pemimpin kita tidak dapat bersifat netral bagi seluruh masyarakatnya. Sebab
sosok seorang pemimpin bukan hanya milik golongan atau kelompok tertentu saja,
namun seseorang itu harus mampu menjadi pemimpin yang mengayomi seluruh lapisan
masyarakat tanpa melihat latar belakang dan golongannya.
Semoga saja dalam pilgubsu mendatang tidak ada isu sara yang
berkembang menemani kampanye yang dilakukan oleh masing-masing calon gubsu.
Jangan ada lagi dominasi mayoritas dan tirani minoritas di sumatera utara yang
selama ini dikenal dengan kehidupan masyarakatnya yang penuh dengan nilai-nilai
toleransi dalam perbedaan.
0 comments:
Posting Komentar