Oleh :
Eka
Azwin Lubis
PROFESI guru dan dosen adalah bidang pekerjaan khusus yang dilaksanakan berdasarkan prinsip memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme. Memiliki komitmen meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan dan akhlak mulia. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai bidang tugas, memiliki kompetensi sesuai bidang tugas, memiliki tanggungjawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan.
Pasal
7 ayat 1a-e UU Nomor 14/2005 tentang Guru dan Dosen itu menegaskan, bagaimana
seharusnya keprofesionalan guru dan dosen diapklikasikan dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa. Jika kita lihat bagaimana realita saat ini
tentang guru yang mengabdikan dirinya sebagai tenaga pendidik, keadaan hidupnya
sangat jauh dengan jasa yang mereka lakukan.
Namun
itulah yang menjadi satu nilai lebih bagi seorang guru. Mereka tidak pernah
menjadikan hal itu sebagai alasan klasik berhenti mengabdikan dirinya sebagai
mentor, fasilitator, bahkan motivator bagi seluruh muridnya tanpa memandang
golongan dan latar belakang mereka. Meskipun terkadang hal mulia yang mereka
lakukan jarang berbalas dengan respon positif dari pihak-pihak yang bertanggung
jawab akan kesejahteraan hidup mereka.
Namun
itulah yang namanya pengabdian yang ditempah untuk mendedikasikan masa hidupnya
sebagai tenaga pendidik. Panggilan jiwa yang tertanam kuat dalam diri para guru
muda tersebut, mengantarkan mereka untuk berjumpa dengan anak-anak di daerah
terluar Indonesia itu yang selama ini haus akan pendidikan.
Seperti
kisah Philipus Ratuhurit, guru honorer selama 15 tahun di Desa Saengga,
Kecamatan Babo, Manokwari. Saengga adalah salah satu desa terpencil di
pedalaman Papua. Rumahnya dari bambu ukuran 2 x 3 m sebatas menginap dan
memasak serta menyiapkan materi sekolah. Jika bukan karena profesinalitas dan
rasa tanggung jawab sebagai mahluk yang diciptakan Tuhan untuk membantu manusia
lain menjadi cerdas, tentu mereka tidak akan pernah bertahan dengan keadaan
itu.
Nasib
tragis juga pada guru di kota. Para guru honorer misalnya, hanya memiliki
penghasilan tidak lebih banyak dibanding tukang becak kayuh sekalipun. Jika
dibandingkan pendapatan tukang kayuh becak dengan pendapatan gaji guru honor,
jauh lebih besar pendapatan tukang becak.
Sebab
saat ini, masih banyak guru honorer hanya mendapat upah rata-rata Rp 700 ribu.
Itupun bisa diambil tiga bulan sekali. Jadi jika kita bagi Rp 700 ribu dengan
30 hari, berarti sekitar Rp 20 ribu/hari. Sedang tukang kayuh becak bisa
mendapatkan Rp 30-50 ribu/hari. Padahal setiap tahun 20% dana APBN disalurkan
ke dunia pendidikan.
Korban Target
Kelulusan
Jika
memasuki Maret yang merupakan awal persiapan menyambut Ujian Nasional (UN),
pekerjaan para oknum guru juga otomatis bertambah. Tidak hanya memberi
pelajaran ekstra kepada para peserta didik yang mempersiapkan diri mengikuti
UN, tetapi juga melobi kesana-kemari untuk mendapat bocoran soal UN demi
target kelulusan 100%.
Oknum
gurulah yang menjadi korban dari semua ini. Perjuangan mereka untuk mendidik
para siswa selama tiga tahun untuk jenjang SMP dan SMA, terkesan sia-sia
apabila ada siswa yang tidak lulus akibat UN. Sadar atau tidak, kecurangan itu
merupakan dampak dari ketidak efektifan sistem pendidikan Indonesia.
Oknum guru yang menjadi barisan terakhir yang bersentuhan
langsung dengan perbuatan yang seperti ini juga harus sadar bahwa ketidaktahuan
mereka dengan cara memberikan jawaban pada saat UN merupakan boomerang nyata
bagi kehidupan bangsa yang akan dipenuhi dengan manipulasi dan kecurangan sebab
dari kecil para siswa sudah diajari dengan kecurangan dalam menggapai hasil
kelulusannya.
Yang perlu diketahui oleh para guru adalah biarkan saja
para siswa mengerjakan UN semampu mereka. Toh
apabila pada akhirnya hasil yang didapat adalah banyaknya siswa yang tidak
lulus akibat UN, ini bukanlah salah mereka, namun hal ini merupakan Pekerjaan
Rumah sendiri bagi Kemendiknas untuk mengevaluasi sistem kelulusan yang selama
ini mereka terapkan memang tidak efektif. (Eka Azwin Lubis)
Penulis adalah Kabid
PTKP HMI FIS dan Staf Pusham Unimed
0 comments:
Posting Komentar