Vox Populity Vox Dai, yang bermakna bahwa
"Suara Rakyat adalah Suara Tuhan". Kalimat tersebutlah yang menjadi
jargon bagi setiap negara yang mendeklarasikan dirinya sebagai negara berhaluan
demokrasi yang berorientasi pada kedaulatan rakyatnya. Hampir semua negara
didunia saat ini mulai menerapkan sistem demokrasi yang mengacu pada bentuk
pemerintahan politik yang kekuasaan pemerintahannya berasal dari rakyat, baik
secara langsung (demokrasi langsung) atau melalui perwakilan (demokrasi
perwakilan).
Negara kita melalui
dasar Idiologi bangsa yakni Pancasila telah mendeklarasikan diri sebagai negara
yang berhaluan demokrasi yang mengedepankan sistem Permusyawaratan dan
Perwakilan seperti yang tertuang dalam sila keempat Pancasila yang berbunyi
"Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan
Perwakilan".
Bangsa Indonesia seolah paham betul bagaimana
cara mengimplementasikan kehidupan berdemokrasi dalam sistem pemerintahan.
Sebab jika kita melihat dari kacamata sejarah, rakyat Indonesia sudah mulai
menerapkan demokrasi pada saat penandatangan naskah Proklamasi yang mengatas
namakan bangsa Indonesia dan hanya diwakili oleh Ir. Soekarno dan Drs. M.
Hatta, yang tentunya telah mendapat persetujuan terlebih dahulu dari segenap
bangsa Indonesia yang ada pada saat itu. Dan akhirnya mereka pula yang menjadi
Presiden dan Wakil Presiden pertama Indonesia yang sekali lagi atas kesepakatan
bersama rakyat Indonesia. Dari awal kemerdekaan tahun 1945 sampai tahun 1966
atau tepatnya pada masa kepemimpinan Presiden pertama Ir. Soekarno yang disebut
dengan Orde Lama, Indonesia telah menerapkan demokrasi melalui Pemilihan Umum (
Pemilu ) untuk pertama kalinya pada tahun 1955. Tongkat estafet demokrasi
tersebut dilanjutkan pada era kepemimpinan Presiden Soeharto yang menggantikan
Ir. Soekarno sebagai Presiden kedua RI.
Di masa era Orde Baru
yang berjalan hampir 32 tahun dari mulai 1966 sampai 1998 ini, Indonesia
melakukan enam kali Pemilu yakni pada tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan
terakhir tahun 1999, yang oleh sebagian kalangan hanya dianggap sebagai
formalitas semata karena dari beberapa kali Pemilu yang dilakukan hanya
berakhir pada hasil yang sama yakni Golongan Karya (Golkar) yang keluar sebagai
pemenang Pemilu dan berujung pada diangkatnya kembali Soeharto menjadi Presiden
oleh MPR yang mayoritas ditempati oleh orang-orang yang loyal terhadap Presiden
yang sering disebut sebagai Bapak Pembangunan tersebut.
Hingga akhirnya rakyat
Indonesia yang dimotori kaum Intelektual (Mahasiswa) merasa bosan dengan
kepemimpinannya dan melakukan berbagai aksi unjuk rasa untuk menurunkan
kedigdayaan Presiden berbintang lima tersebut. Puncaknya
adalah pada tahun 1998 dimana Indonesia termasuk negara yang terkena imbas dari
krisis moneter yang menerpa banyak negara di kawasan Asia. Dimulai dari aksi
yang dilakukan dari kampus ke kampus dan berakhir pada didudukinya gedung
DPR/MPR oleh para Mahasiswa. Dari aksi tersebut banyak pelanggaran HAM yang
terjadi yang dilakukan pemerintah yang hingga saat ini belum terselesaikan
kasusnya. Namun berkat keberanian para pejuang Reformasi tersebut, pada 21 Mei
1998 Soeharto resmi mengundurkan diri dari kursi kepresidenan dan digantikan
oleh wakilnya BJ. Habibie.
Belum sampai satu tahun Habibie menjabat
sebagi Presiden, Indonesia kembali menggelar Pemilu pada tahun 1999 yang
menghasilkan Indonesia memiliki Presiden keempat yaitu KH. Abdurahman Wahid
yang akrab disapa Gus Dur tersebut. Pasca tumbangnya era Orde Baru, Indonesia
seolah menata ulang sistem pemerintahan yang dikenal dengan sebutan era
Reformasi.
Pada era Reformasi ini,
seakan Indonesia menemukan kembali gairah berdemokrasi yang berorientasi pada
kedaulatan rakyat, dimana rakyatlah yang memegang kedaulatan tertinggi dinegara
ini sesuai cita-cita demokrasi yang dianut oleh Indonesia. Namun ternyata apa
yang diharapkan tidak sepenuhnya sesuai dengan kenyataan yang dialami, atau
dengan kata lain Dos Sollen But Dot Sein.
Hal ini terbukti karena
dari berbagai gaya kepemimpinan di era Reformasi, Presiden Indonesia yang telah
berganti dari mulai Gus Dur ke Megawati, dan sekarang SBY yang telah menjabat
hampir dua periode, Indonesia seolah di nina bobok kan oleh sistem pemerintahan
yang berdemokrasi namun hampir mengarah pada Otoriterisme seperti yang terjadi
di Timur Tengah. Bagaimana tidak, memang seorang
Presiden dipilih langsung oleh rakyat Indonesia sebagai pimpinan Eksekutif dan
para Anggota Dewan baik di pusat maupun daerah sebagai pimpinan Legislatif.
Namun kinerja mereka sungguh sangat memprihatinkan dimana begitu banyak
penyimpangan yang terjadi dari mulai kasus korupsi yang senantiasa berganti
dari satu kasus ke kasus lain, ketimpangan sosial yang melanda rakyat Indonesia
diberbagai daerah, penyiksaan TKI yang notebene nya adalah pahlawan devisa
negara, sampai pelanggaran HAM yang masih terjadi dinegara yang mengaku
berdemokrasi.
Bukankah ini
mengindikasikan bahwa orientasi para pemimpin kita telah terdegradasi karena
mereka yang seharusnya saling mengawasi kinerja masing-masing lembaga agar
tidak terjadi penyimpangan justru saling menutupi kesalahan satu sama lain agar
tidak ketahuan penyimpangan-penyimpangan yang mereka lakukan secara massal yang
tentunya sangat jauh dari nilai demokrasi itu sendiri.
Haruskah kita meniru apa
yang telah dilakukan oleh rakyat Tunisia, Mesir, dan Libya untuk menyadarkan
para pemimpinnya yang telah mengalami pengkerdilan demokrasi dalam menjalankan
roda kepemimpinan. Bukankah
negara kita mengajarkan Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan Perwakilan dalam menyelesaikan setiap masalah. Tapi
apabila penguasa negri sudah tidak mau belajar dari kasus-kasus yang melanda
negara-negara yang mengkerdilkan demokrasi dan tidak merespon jeritan rakyat
yang menuntut haknya sesuai cita-cita demokrasi, bukan tidak mungkin Indonesia
akan mengalami tragedi yang sama dengan negara-negara di Timur Tengah yang
mulai melupakan kedaulatan rakyatnya. Karena negara demokrasi adalah negara
yang Responsive terhadap tujuan rakyat dan civil society ( Morlino, 2004 ). ***
Penulis
adalah Mahasiswa PKn Unimed dan Staf Pusham Unimed
0 comments:
Posting Komentar