Oleh : Eka Azwin Lubis.
Bicara tentang Indonesia maka
tidak bisa lepas dari fakta negara majemuk yang dihuni oleh bermacam ragam suku
bangsa, budaya, keyakinan, bahkan agama. Itu artinya Indonesia yang tidak hanya
memiliki satu orientasi yang sama dalam berbudaya, berkeyakinan, dan beragama,
namun memiliki satu komitmen yang sama dalam menjalankan kehidupan bernegara
karena dipersatukan oleh Bhineka Tunggal Ika didalam wadah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Sebagai negara yang besar dan
diisi oleh warga negara yang multikultur dan multietnis, bangsa kita selalu
mendapat apresiasi dari negara lain karena mampu memelihara kedamaian dan
kerukunan antar umat beragama didalam menjalankan kehidupan bernegara. Sikap
saling menghargai dan toleransi yang tinggi menjadikan bangsa kita sebagai
bangsa yang benar-benar menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan
ditengah-tengah berbagai perbedaan yang ada. Bagi kita yang sadar hak asasi
setiap manusia, tidak ada alasan untuk tidak saling menjaga hati dan perasaan
saudara-saudara sebangsa kita yang berbeda agama, suku, maupun keyakinan demi
terciptanya persatuan Indonesia sebagaimana yang telah diamanatkan dalam dasar
idiologi Pancasila butir ketiga.
Kemajemukan yang ada di negeri
ini mulai jarang menimbulkan konflik horizontal apalagi pasca reformasi tahun
1998 dimana penegakan hukum semakin dijamin oleh negara. Namun bukan berarti
konflik horizontal akibat perbedaan agama dan keyakinan sama sekali tidak ada
lagi pasca reformasi, karena kedewasaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia
dalam menjalankan komitmen persatuan ditengah perbedaan masih belum menyeluruh.
Terbukti dari masih adanya konflik-konflik yang didasari perbedaan agama maupun
sudut pandang keyakinan seperti pengusiran dan pembakaran rumah yang menimpah
kaum syiah di Madura, kekerasan terhadap pemeluk Ahmadiyah di Pandeglang,
maupun konflik pembangunan Gereja GKI Yasmin di Bogor.
Hal ini menunjukan bahwa belum
semua rakyat Indonesia mampu untuk membentengi dirinya dalam menjaga persatuan
Indonesia yang didukung oleh sikap toleransi yang tinggi. Padahal negara kita
sangat mengharapkan kuatnya penanaman nila-nilai toleransi dan saling
menghargai yang dimiliki oleh semua bangsa Indonesia untuk menjaga kearifan
bernegara ditengah perbedaan yang ada. Tanpa itu (toleransi) agaknya sulit
untuk menjaga persatuan dan kesatuan dalam menjalankan kehidupan bernegara
karena banyaknya perbedaan yang dimiliki oleh rakyat Indonesia.
Peran Tokoh Agama
Ada sosok-sosok yang sebenarnya
cukup memiliki peran sentral dalam menanamkan dan menjaga nilai-nilai toleran
dan sikap saling menghargai antar umat beragama dan berkeyakinan yang hidup
dalam satu wadah dan saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Mereka
adalah para tokoh agama yang merupakan pemuka agama dan dianggap sebagai orang
yang memiliki kharisma dan dapat mempengaruhi umat karena petuah dan
nasihat-nasihatnya sesuai dengan ajaran agama sehingga kebijakan-kebijakan yang
dibuatnya dalam menyikapi masalah horizontal dengan sesama manusia termasuk
masalah yang berkaitan dengan perbedaan yang ada ditengah-tengah masyarakat,
sering menjadi acuan atau tolak ukur umat dalam melakukan tindakan.
Mereka mimiliki peran yang cukup
signifikan dalam menentukan arah hidup bangsa, bahkan suka atau tidak suka kita
harus berani akui bahwa perintah atau arahan dari tokoh agama cenderung lebih
didengarkan oleh umatnya dari pada perintah atau arahan yang diberikan oleh
pimpinan negara baik ditingkat pusat maupun daerah. Hal ini bukan sesuatu yang
berlebihan, karena meskipun kehidupan berdemokrasi di Indonesia saat ini sudah
jauh lebih melek dibanding demokrasi pada zaman sebelumnya karena pemimpin
negara dipilih langsung oleh rakyat, namun kepercayaan yang diberikan oleh
rakyat kepada tokoh agama sesungguhnya lebih besar dari pada kepercayaan yang
diberikan kepada wakil-wakil rakyat yang duduk dikursi pemerintahan. Sehingga
tidak jarang dalam membuat atau mengambil kebijakan, pemerintah sering
melibatkan tokoh agama untuk dimintai tanggapan dan masukannya agar mereka
mampu untuk menjadi ikon-ikon pemberi contoh kepada umat dalam menjalankan
kebijakan yang dibuat.
Begitu vitalnya peran tokoh agama dalam menjalankan kehidupan bernegara
yang penuh dengan kemajemukan sehingga dapat menjadi contoh kepada umatnya
dalam menanamkan sikap toleransi dan saling menghargai atas berbagai perbedaan
yang ada sesuai ajaran agama karena mereka memiliki suara yang masih didengar
oleh semua umatnya dari berbagai kalangan sosial.
Ketidakdewasaan dalam Berkebijakan
Sama-sama telah kita ketahui melalui penjelasan diatas seberapa penting dan
sejauh mana peran yang dimainkan oleh tokoh agama dalam mempengaruhi arah hidup
bangsa karena kepercayaan umat yang ada pada mereka melebihi apa yang ada pada
pemimpin negara sekalipun. Mereka dianggap sebagai orang-orang yang hampir
luput dari dosa sehingga semua kebijakannya patut untuk diikuti dan ditiru agar
tidak keliru dalam menjalankan kehidupan ini.
Namun yang harus lebih dicermati adalah apakah semua tokoh agama itu
benar-benar murni dalam menyuarakan nasib umat dan menjadi jembatan penghubung
antara perbedaan yang ada. Sebab jika
adil kita berfikir, masih banyak para tokoh agama yang justru memiliki
kepentingan tersendiri dalam memanfaatkan status sosialnya sebagai pemuka agama
sehingga melupakan kepentingan umat secara berjamaah. Mereka cenderung menyuarakan
keinginan pribadinya kepada pemerintah dan mengenyampingkan amanat kaumnya.
Kejadian seperti inilah yang masih banyak muncul ditengah-tengah kehidupan kita
dimana segelintir tokoh agama yang hipokrit tersebut justru memanfaatkan
popularitasnya demi kepentingan pribadi.
Selain
cenderung mengedepankan kepentingan pribadi, terkadang beberapa oknum pemuka
agama juga melakukan kebijakan yang sangat kontradiksi dengan ajaran agama
dimana arahan atau nasihat yang mereka berikan justru tidak menunjukan sikap
toleransi dan saling menghargai antar sesama umat beragama. Tidak jelas
kepentingan apa yang melatar belakangi mereka hingga membuat kebijakan yang
demikian dangkal. Namun yang jelas kebijakan yang mereka ambil merupakan
sesuatu yang akan dilakukan oleh kaumnya karena menganggap kebijakan tersebut
bersumber dari orang-orang yang dapat dipercaya dan sesuai dengan koridor
agama.
Seperti yang
terjadi menjelang Pertemuan Internasional umat Konghucu di Medan pada tanggal
22 sampai 26 Juni 2012. Majelis Ulama Indonesia ( MUI ) yang merupakan
organisasi bernaungnya para pemuka agama Islam, mengeluarkan kebijakan berupa
penolakan terhadap terselenggaranya pertemuan Konghucu Internasional tersebut
karena menganggap umat Konghucu yang hanya segelintir tidak pantas menggelar
pertemuan di daerah yang dihuni oleh penduduk yang mayoritas beragama Islam.
Bahkan ada satu permintaan yang diutarakan oleh salah seorang Pengurus
Daerah Muhammadiyah Medan kepada walikota dan kapolresta agar tidak memberikan
izin rekomendasi terhadap acara yang akan dihadiri oleh tokoh-tokoh agama
Konghucu dari berbagai belahan dunia tersebut. Apakah
wajar permintaan tersebut dilakukan oleh seseorang yang merupakan tokoh agama
dimana suaranya akan menjadi tolak ukur umat dalam bertindak.
Apakah beberapa tokoh agama tersebut belum memiliki perspektif HAM dalam
membuat kebijakan sehingga apa-apa yang menjadi hak dasar orang lain justru
mereka abaikan demi tujuan yang sangat kontradiksi dengan ajaran agama. Bukankah ini satu bentuk ketidakdewasaan
tokoh-tokoh agama tersebut dalam mengambil kebijakan yang dapat mempengaruhi
umat. Sikap toleransi antar umat beragama sangat tidak terlihat disana.
Harusnya kita bangga dan mendukung umat Konghucu di kota Medan yang jumlahnya
hanya segelintir namun mampu untuk menggelar pertemuan internasional sehingga
menunjukan pada dunia luar bahwa kita benar-benar bangsa yang menghargai
perbedaan sebagaimana yang diajarkan oleh nilai-nilai agama. Sikap toleransi
yang kita tunjukan nantinya pasti juga akan mendapat apresiasi dari negara lain
karena mereka menganggap kita benar-benar bangsa yang hidup ditengah perbedaan
namun selalu menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia dalam kehidupan
bernegara.***
Penilis adalah Kabid PTKP HMI FIS Unimed Dan Staf Pusham Unimed
Sumber : Analisa Sabtu, 23 Jun 2012
0 comments:
Posting Komentar