Sepakbola merupakan olahraga paling digandrungi
dimuka bumi ini. Hampir semua manusia dipenjuru dunia meminati
olahraga sebelas lawan sebelas ini. Tidak hanya kaum adam saja yang kecanduan
akan magnet sepakbola, dewasa ini kaum hawa juga tidak mau ketinggalan untuk
menikmati olahraga yang berasal dari Inggris tersebut. Tak heran jika ada
Tournament atau sekedar pertandingan persahabatan semata, para penggila
sepakbola rela meninggalkan segala aktivitasnya sejenak demi menyaksikan
pertandingan sepakbola meski hanya lewat layar kaca.
Karena betapa sangat diminatinya
olahraga ini maka sekarang sepakbola tidak hanya sekedar salah satu cabang olahraga
yang bertujuan untuk menghibur para penontonnya, namun jauh dari situ sepakbola
saat ini telah menjadi lahan bisnis tersendiri bagi mereka yang memang
konsisten menjadikan sepakbola menjadi profesi yang ideal dalam hidupnya.
Seolah saat ini tidak ada yang
lebih tinggi nilainya dari sekedar gengsi sepakbola. Kita
bisa bayangkan bagaimana sebuah klub mampu menggaji seorang pemainnya dengan
bayaran dua milyar perpekan. Hal ini bukanlah sesuatu yang aneh dalam dunia
sepakbola, karena tradisi membayar seorang pemain sepakbola dengan gaji tinggi
seperti ini sudah merambah hampir diseluruh penjuru dunia.
Tidak terkecuali dinegara kita tercinta, Indonesia.
Sama halnya seperti negara-negara lain yang mendewakan sepakbola sebagai salah
satu element pemersatu. Indonesia juga mulai menjadikan sepakbola sebagai wadah
tersendiri untuk meningkatkan kebersamaan dan persaudaraan seperti cita – cita
sepakbola itu sendiri yang ingin menjadikan semua manusia dipandang sama rata
tanpa mengedepankan rasisme.
Lebih dari itu, jika kita bicara sepakbola dalam
konteks nasional maka kita akan menemukan satu fenomena unik yang terkandung
dalam magic sepakbola nasional. Tidak akan kita temui gemuruh semangat para
rakyat Indonesia untuk bersama – sama menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia
Raya melebihi apa yang terjadi di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta menjelang
Tim Nasional kita bertanding. Rasa kebangsaan spontan hadir menyapa setiap
orang Indonesia diseluruh pelosok negeri terutama mereka yang hadir didalam
stadion. Euforia yang begitu dahsyat senantiasa menemani punggawa Timnas setiap
kali bertanding terutama dihadapan publik sendiri.
Bahkan tak ayal jika banyak
pemain atau suporter dari negara lain yang terkesima dengan dukungan yang
diberi oleh para suporter kita yang memang dikenal penuh dengan kreatifitas
dalam setiap kali memberi dukungannya.
Mungkin sebagian kita masih
merasa malu untuk secara jujur membanggakan prestasi Indonesia yang belakangan
memang sangat jauh dari harapan. Namun satu hal menarik jika kita lihat sejarah
sepakbola, dimana Indonesia merupakan negara Asia pertama yang berpartisipasi
di Piala Dunia. Saat itu negara kita masih menggunakan nama Hindia-Belanda
karena pada keikutsertaannya tersebut ditahun 1934 di Prancis, Indonesia masih
merupakan negara jajahan dari Belanda, sehingga pemain yang mengikuti kejuaraan
empat tahunan tersebut sebagian asli orang Indonesia, sebagian orang Belanda
yang bermukim di Indonesia, dan ditambah dua orang keturunan Tionghoa yang
tinggal di Indonesia. Saat itu Indonesia langsung gugur dibabak pertama karena
dihajar Hungaria dengan skor telak 6-0. Namun ini merupakan satu prestasi
tersendiri bagi Timnas sepakbola Indonesia yang sebenarnya banyak orang yang
belum mengetahuinya.
Berkutat Pada Peringkat Kedua
Saat ini sepakbola Indonesia bisa dikatakan mengalami
kemunduran yang sangat signifikan. Jika dahulu timnas kita merupakan salah satu
tim yang sangat diperhitungkan ditataran sepakbola Asia, namun saat ini untuk
level Asia Tenggara saja timnas kita mengalami kemerosotan prestasi. Apalagi
baru – baru ini Timnas sepakbola kita baru membuat rekor kemasukan gol
terbanyak sepanjang sejarah sepakbola Timnas Indonesia.
Dalam penyisihan grup Pra Piala Dunia 2014 di Brazil,
Timnas kita sama sekali tidak meraih angka dalam enam kali pertandingan. Bahkan
yang paling ironis pada pertandingan terakhir melawan Bahrain yang digelar
dikandang Bahrain, Timnas kita yang diisi oleh para pemain muda yang sebenarnya
terkesan dipaksakan untuk mengikuti pertandingan dihajar 10 gol tanpa balas.
Pasukan Aji Santoso ini merupakan para pemain yang dipersiapkan PSSI untuk
menggantikan posisi pemain-pemian Timnas senior yang sesungguhnya yang kebetulan
berlaga di Liga yang bersebrangan dengan PSSI.
Namun begitu bukan berarti Timnas kita juga tanpa
prestasi sama sekali. Jika beberapa tahun belakangan kita selalu bersaing ketat
dengan Thailand dan Singapura dilevel Asia Tenggara, saat ini Timnas Indonesia
masih yang paling eksis jika bicara prestasi dibanding kedua negara tersebut.
Dominasi Negeri Gajah Putih dan Negeri Singa ini
belakangan mulai meredup diberbagai kejuaraan sepakbola Asia Tenggara. Dahulu
kedua negara tersebut yang selalu menjadi saingan Indonesia di Final berbagai
kejuaraan sepakbola, mulai dari Sea Games sampai Piala Tiger yang sekarang
berganti nama menjadi Piala Asean Football Federation (AFF). Terhitung tiga
kali berturut – turut dalam gelaran Piala Tiger Indonesia menempati peringkat
kedua alias Runner -Up.
Pada partai final kejuaraan yang digelar setiap dua
tahun sekali ini tahun 2000 Indonesia dikalahkan Timnas Thailand yang saat itu
bertindak sebagai tuan rumah. Indonesia keluar sebagai Runner-Up Piala Tiger
untuk pertama kalinya. Meskipun saat itu striker Timnas, Gendut Doni mendapat
predikat Top Skore namun impian Indonesia untuk menjadi kampiun harus pupus
ditangan negerinya Raja Bhumibol Adulyadej tersebut.
Dua tahun berselang tepatnya tahun 2002, Indonesia
kembali berjumpa Thailand dipartai Final kejuaran yang sama. Lagi lagi Timnas
kita harus mengakui kehebatan Thailand dipartai penentuan tersebut. Dan
Indonesia harus puas diposisi Runner-Up untuk kedua kalinya. Yang unik striker
Timnas kita, Bambang Pamungkas juga kembali keluar sebagai Top Skore pada
kejuaraan tersebut dengan mencetak 8 gol.
Tidak sampai disitu, Indonesia kembali melaju
kepartai final piala Tiger untu ketiga kalinya secara berturut - turut pada
tahun 2004. Saat itu lawan yang dihadapi adalah Singapura yang diperkuat oleh
beberapa pemain Naturalisasi. Kembali lagi Timnas kita harus puas menduduki
peringkat kedua atau Runner-Up setelah dipartai final dihempaskan oleh negeri
yang bertetangga dengan pulau batam tersebut. Dan kembali lagi striker Indonesia,
Ilham Jaya Kusuma keluar sebagai top skor dengan 7 golnya.
Namun belakangan setelah prestasi kedua negara
saingan Indonesia di final tersebut mulai pudar, Predikat sebagai negara Runner
– Up belum juga lepas dari Tim yang berjuluk Garuda Merah Putih ini.
Terbukti saat Piala AFF kembali digelar pada tahun
2010 lalu, dimana Indonesia satu dari dua negara yang bertindak sebagai tuan
rumah bersama Vietnam. Langkah awal pasukan yang diarsiteki pelatih asal
Austria, Alfred Riedl ini terbilang funtastis. Pada penyisihan grup saja Timnas
kita mampu menghajar Malaysia dengan skor 5-1, Laos 6-0, dan terakhir Thailand
dengan skor 2-1. Saat melaju kebabak semifinal Timnas kita yang diperkuat dua
pemain Naturalisasi, Irfan Bachdim dan Cristian Gonzales harus bertemu tim kuda
hitam Filiphina. Namun Timnas merah putih berhasil mengatasi langkah Filiphina
dibabak empat besar tersebut dengan agregate 2-0.
Tiba pada partai puncak
kejuaraan, lawan yang dihadapi bukan lagi Thailand yang dikenal pantang
menyerah atau Singapura dengan pemain Naturalisasinya, namun lawan yang
dihadapi adalah Malaysia yang dibabak penyisihan berhasil ditundukan dengan
skor telak 5-1. Tapi agaknya julukan sebagai Timnas Runner-Up belum bisa hilang
dari Timnas kita. Kembali Indonesia dipaksa menyerah dengan agregate 4-2 oleh
pemain – pemain negeri jiran. Harapan untuk menjadi juara kembali pudar seiring
munculnya juara baru Malaysia yang dahulu senantiasa kita pecundangi.
Tidak hanya sampai disitu, masih ditahun yang sama,
pesta olahraga sekawasan Asia Tenggara, Sea Games juga digelar di Indonesia.
Sebanyak 44 cabang olahraga dipertandingkan disini. Namun tetap sepakbola
mendapat perhatian khusus bagi seluruh penggemar olahraga. Meskipun medali emas
yang diperebutkan hanya satu, namun gengsi persaingan di cabang sepakbola
memberi makna tersendiri.
Timnas usia 23 tahun yang dimotori Tibo, Andik,
Petrick Wanggai, dan lain-lain, menyuguhkan permainan sepakbola indah khas anak
muda Indonesia yang inovatif dan energik. Permainan sempurna mulai babak
penyisihan grup sampai semifinal memberi semacam angin segar bagi seluruh
rakyat Indonesia yang rindu akan gelar juara. Secerca harapan diberikan kepada
Garuda Muda yang berlaga diajang multievent tersebut.
Tibalah partai puncak yang kembali mempertemukan
Timnas kita melawan Timnas Malaysia. Meski sempat unggul terlebih dahulu
sebelum disamakan kedudukan oleh Malaysia, akhirnya Indonesia kembali keluar
sebagai Runner-Up pasca kalah adu pinalti. Kekalahan ini merupakan pukulan
telak bagi kita karena dua kali negeri jiran berpesta dirumah kita sendiri.
Predikat Runner – Up ternyata memang akrab bagi
Timnas sepakbola kita. Apalagi ditambah kemarin Timnas Usia 21 tahun kita yang
berlaga di Tournament Trofi Hassanal Bolkiah di Brunei kembali menjadi
Runner-Up. Brunei Darussalam yang selama ini selalu menjadi lawan yang mudah
untuk dikalahkan, keluar sebagai juara pada kejuaraan ini. Indonesia yang
tampil meyakinkan dibabak semifinal dengan melibas Vietnam 2-0, seolah tak
berdaya meladeni permainan Brunei. Final melawan Brunei kemarin merupakan final
ketiga Indonesia dikejuaraan yang tersebut. Dari tiga kali final yang dilalui
hanya sekali pada tahun 2001 Indonesia mampu menjadi juara. Selebihnya pada
tahun 2005 Indonesia hanya menjadi Runner-Up setelah dikalahkan Thailand
dipartai puncak. Dan terakhir adalah yang kemarin terjadi dimana Andik
Vermansyah, dan kawan-kawan harus mengakui keunggulan Brunei dipartai final.
Ini menambah panjang sejarah bahwasannya Timnas sepakbola kita memang spesialis
Runner-Up atau juara kedua diberbagai kejuaraan sepakbola yang diikuti.***
Penulis adalah Kabid PTKP HMI FIS dan Staf Pusham Unimed